Matinya Gajah Yani dan Ironi Kebun Binatang

Kompas.com - 13/05/2016, 16:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorYunanto Wiji Utomo

Namun, boro-boro berkembang biak, dalam beberapa kasus, kesehatan satwa di kebun binatang saja tidak diperhatikan. Kasus kematian ratusan satwa di Kebun Binatang Surabaya dan terakhir gajah di Kebun Binatang Bandung adalah akibat hal tersebut.

Kisah pilu kematian gajah Yani kontras dengan kenyataan bahwa Kebun Binatang Bandung adalah salah satu destinasi wisata favorit di Bandung saat ini. Jika hari libur, jalanan di sekitarnya macet. Area parkir mobil penuh, bahkan hingga meluber ke jalanan.

Hal itu masuk akal karena selain lokasinya yang mudah dijangkau karena terletak di tengah Kota Bandung, tiket masuk ke Kebun Binatang Bandung pun relatif murah hanya Rp 25.000 per orang.

Salah kelola

Situasi yang terjadi saat ini di Kebun Binatang Bandung dan sebelumnya juga terjadi di Kebun Binatang Surabaya akibat salah kelola.

Animal welfare yang seharusnya menjadi syarat mutlak pengelolaan sebuah kebun binatang terabaikan.

Kemungkinannya bisa karena dua hal. Pertama, karena memang pendapatan yang diperoleh pengelola kurang untuk memenuhi kebutuhan operasional karena berbagai hal, misalnya jumlah satwa yang membengkak.

Jika masalahnya pendapatan yang kurang, menaikkan harga tiket bisa menjadi pilihan. Bagi pengunjung yang hanya berniat ke kebun binatang sekali saja, harga tiket bukan menjadi hambatan selama masih terjangkau.

Ketika wahana rekreasi lainnya sudah menetapkan harga tiket hingga ratusan ribu rupiah untuk menikmati keasrian kebun binatang, seharusnya harga tiket yang sepadan bisa diterapkan.

Dengan menaikkan harga tiket, hal itu juga bisa sekaligus mengontrol jumlah pengunjung ke kebun binatang. Hewan juga bisa stres lho kalau dikerubungi banyak orang.

Pemasukan untuk program konservasi kebun binatang juga bisa dilakukan lewat donasi. Di luar negeri, hal ini sudah menjadi kelaziman. Masyarakat yang mendukung konservasi secara sukarela membantu program pelestarian satwa tertentu.

Kedua, salah kelola mungkin karena mis-manajemen sehingga distribusi pendapatan tidak tepat sasaran, misalnya pengelola lebih mengutamakan pembangunan infrastruktur pendukung ketimbang pemeliharaan satwa.

Ini yang tidak boleh terjadi. Sebagus apa pun infrastruktur di kebun binatang, hal itu akan sia-sia jika satwa-satwa di dalamnya yang menjadi daya tarik pengunjung tidak menarik.

Bisa Anda bayangkan ketika berkunjung ke kebun binatang bersama keluarga, anak-anak, untuk menikmati tingkah aneka satwa, ternyata satwa-satwa itu kelaparan, sakit, dan terancam punah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau