KOMPAS.com – Apakah teleportasi manusia itu memungkinkan? Pertanyaan ini mencuat dari bibir salah satu mahasiswa peserta kuliah singkat bersama ahli fisika dari Karlshure Institute of Technology, Jerman, Doktor Martin Spinrath.
"Hmm… Ada penelitian lain (yang khusus meneliti) tentang itu. Meski begitu, masih berbentuk barang kecil dengan jarak paling hanya 10 meter," jawab Martin.
Dia pun sempat tersenyum sambil menggaruk alis sebelum menjawab.
"Tapi, untuk ukuran teleportasi seluruh tubuh manusia harus diakui kita masih jauh dari (teknologi semacam) itu," lanjutnya dalam sesi tanya jawab kuliah singkat bertajuk "The Phisics Nobelprize 2015: Why Neutrions Matter".
Martin sengaja melancong ke Kampus Binus Aso School of Engineering (BASE), Serpong, untuk berbagi ilmu terkait neutrino—sebuah partikel elementer (fermion) yang lebih kecil dari elektron—dengan para mahasiswa teknik pada Sabtu, (9/4/2016).
Pertanyaan tentang teleportasi tersebut muncul karena fakta, bahwa neutrino merupakan partikel yang punya kemampuan menembus benda padat, termasuk Bumi.
"Jika kita bisa memahami neutrino lebih baik, (nantinya) kita bisa mempelajari Matahari dan inti Bumi tanpa perlu susah payah pergi ke sana," kata Martin.
Perkembangan
Usut punya usut, sekitar 1960-an, para ilmuwan sebenarnya sudah berhasil menghitung jumlah neutrino, hasil dari reaksi nuklir yang menyebabkan matahari bersinar. Tapi, saat dikalkulasi di Bumi, hampir dua pertiga dari jumlah neutrino tersebut raib entah ke mana.
"Namun, teka teki ini akhirnya terjawab dari hasil penelitian Takaaki Kajita dan Arthur McDonald. Mereka bahkan berhasil meraih Nobel Fisika pada 2015 karena penemuan ini," kisah Martin.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.