Reklamasi Teluk Jakarta Bertentangan dengan Perpres No 122 tahun 2012, Ini Penjelasannya

Kompas.com - 09/04/2016, 12:01 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

Dalam kesimpulan laporannya, DHI menyebutkan bahwa reklamasi berdampak buruk bagi lingkungan dan sejauh ini belum ditemukan cara untuk memitigasi beragam dampak tersebut.

DKI Jakarta memang telah melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Namun, hasil AMDAL itu mudah didebat.

DKI Jakarta hanya melakukan kajian AMDAL pulau per pulau. Dengan cara tersebut, dampak akumulasi dari reklamasi tak akan terlihat.

"Bertentangan tidak dengan Perpres Nomor 122 tahun 2012 kalau begitu? Menurut saya dengan mempertimbangkan aspek lingkungan ya reklamasi Teluk Jakarta bertentangan,"

Secara sosial, reklamasi juga berpotensi menimbulkan konflik karena ada sekitar 18.000 nelayan yang hidup di pantai utara Jakarta.

Memang, gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama telah menyampaikan rencana untuk memindahkan nelayan ke Kepulauan Seribu. Tapi Alan mengatakan risiko sosial tetap ada dan belum dikaji.

Secara ekonomi, reklamasi memang bisa jadi menguntungkan. "Namun menguntungkan siapa? Hanya DKI Jakarta saja, kan? Bagaimana dengan cita-cita membangun wilayah lain menjadi pusat ekonomi baru," kata Alan.

Alan mengajak untuk menyudahi rebutan wewenang dalam soal reklamasi dan melihat dampak nyata yang mungkin terjadi. Ia juga sekaligus meminta Presiden Jokowi bertindak dan membuktikan komitmennnya pada laut.

"Kasus tangkap tangan oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan ribut-ribut ini adalah momen yang tepat untuk menghentikan reklamasi di Teluk Jakarta dan memperbaiki tata kelola pesisir dan laut," tegas Alan.

"Bukankah presiden Jokowi sendiri yang dulu mengatakan kita sudah lama memunggungi laut? Inilah saatnya membuktikan."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Terpopuler

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau