Bumi Makin Panas, Ramalan Kiamat Bukan Omong Kosong!

Kompas.com - 21/03/2016, 07:37 WIB
Anne Anggraeni Fathana

Penulis


KOMPAS.com – Bumi berguncang teramat keras. Guncangan itu sampai membuat gunung berterbangan bagai kapas tertiup angin dan air laut bergemuruh menyambar daratan. Tanpa sisa, alam semesta hancur lebur.

Begitulah cerita tentang akhir zaman digambarkan kitab suci, yang bahkan sering muncul di film-film keluaran Hollywood. Planet bumi hancur lebur, semua penghuninya mati.

Terbaru, film San Andreas yang dirilis pada 2015 membingkai tercabiknya muka Bumi karena gempa.‎ Tak satu atau dua kali pun, tetapi hampir tiap dekade ada saja yang meramalkan waktu kiamat. 

Terlepas dari nubuat waktu dan wujud kejadian kiamat, saat ini manusia sebenarnya telah berhadapan dengan ancaman besar yang bisa menghancurkan Bumi. Ancaman itu berwujud pemanasan global.

Dilansir Kompas.com, panas bumi pada 2014 sudah naik sekitar 0,85 derajat celsius terhitung sejak 1850. Naiknya suhu bumi dipicu antara lain oleh pemakaian besar-besaran energi fosil, seperti batubara dan minyak bumi.

Sumber energi tersebut melepas karbon dioksida dan emisi gas lain dalam jumlah besar yang kemudian tertahan di lapisan atmosfer. Endapan tersebut memerangkap panas dari cahaya matahari, sehingga akhirnya suhu bumi meningkat.

Pemanasan global menyebabkan berbagai kerusakan lingkungan, mulai dari mencairnya lapisan es kutub Bumi, kenaikan permukaan laut, perubahan pola presipitasi—siklus air—, hingga perubahan cuaca ekstrem. Jika terus dibiarkan, ada kemungkinan suhu bumi naik 4 derajat celsius.

Proyeksi terdekat, suhu bumi naik dua derajat celcius pada 2100. Bila benar terjadi, permukaan air laut akan naik dan lebih luas merendam daratan. Jakarta, New York, dan Shanghai, merupakan kota-kota yang terancam tenggelam jika bumi semakin panas. (Baca: Pemanasan Global, 3 Kota Besar Dunia Bisa Tenggelam)

"Selamatkan" dunia

Berdasarkan fakta di atas, pemulihan alam merupakan kebutuhan mendesak. Konferensi Tingkat Tinggi PBB mengenai perubahan iklim di Perancis pada 2015 menetapkan rekomendasi bagi negara-negara di dunia untuk berupaya memerangi kerusakan lingkungan.

Salah satu cara utama penerapan rekomendasi tersebut adalah dengan mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil dan mengalilhkannya ke sumber energi berkelanjutan. Sederhananya, penggerak kendaraan tak lagi dari olahan minyak bumi tetapi menggunakan energi dari siklus alam, seperti tenaga air, angin, arus laut, dan atau panas bumi.

Thinkstock Konferensi Tingkat Tinggi PBB mengenai perubahan iklim di Perancis pada 2015 menetapkan rekomendasi bagi negara-negara di dunia untuk berupaya memerangi kerusakan lingkungan.

Saat ini, dari sekian banyak upaya memerangi pemanasan global, dunia antara lain dapat berkaca kepada wilayah Grenoble dan Lyon di Perancis. Perkotaan di kedua wilayah menggunakan sistem smart grid dari Schneider Electric.

Sistem tersebut memanfaatkan teknologi informasi untuk mengatur jejaring listrik antara perusahaan pembangkit dan pengguna, baik rumah tangga maupun industri. Di tingkatan rumah tangga, penduduk menggunakan aplikasi yang disebut StruxureWare untuk memahami dan memantau penggunaan energi mereka.

Informasi pemakaian energi di tiap rumah lalu dikumpulkan memakai alat bernama Wiser. Pada saat beban puncak—pemakaian tertinggi listrik—alat tersebut mengirimkan data ke jaringan pusat sehingga memungkinkan pengaturan keluaran energi yang lebih hemat.

Di level industri, aplikasi dan alat yang sama juga dipakai. Sistem tersebut memungkinkan energi dikelola sesuai pasokan dan kebutuhan gedung tanpa mengganggu produktivitas pengguna gedung. Pelaporan data ke jaringan pusat tetap dipakai pula. Data tersebut secara berkala juga dianalisis, untuk melihat kemungkinan penggunaan energi berlebihan dan solusinya.

Harapannya, penerapan sistem semacam ini bisa menjadi solusi mengefisienkan penggunaan energi sekaligus mengikis emisi karbon yang diakibatkannya. Adapun tujuan akhirnya, tentu saja membuat bumi nyaman ditinggali, sampai kiamat benar-benar terjadi pada waktunya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Terpopuler

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau