Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyusuri Jejak Leluhur Manusia Indonesia

Kompas.com - 12/10/2015, 11:17 WIB

 Misalnya, masyarakat Madagaskar dari aspek kebahasaan memiliki kemiripan bahasa dengan masyarakat Dayak Maanyan di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.

”Namun, dari studi yang telah kami lakukan, genetika masyarakat Madagaskar ternyata berasal dari suku Bajau,” sebut Hera. Bahasa bisa dipinjam, tetapi genetika tidak, dia hanya diwariskan melalui perkawinan.

Respons sosial

Setelah mendapatkan izin dari tetua adat, pengambilan darah warga Desa Waur siang itu akhirnya berjalan lancar. ”Tenang saja, kami hanya ambil darah sekitar satu sendok teh,” ujar Gludhug Ariyo kepada warga yang antre di rumah Kepala Desa Waur. Beberapa warga, terutama yang tua- tua yang belum pernah merasakan jarum suntik terlihat ragu. ”Ah enggak sakit, seperti digigit semut saja,” ujar Yusuf B Supu, petugas dari Dinas Kesehatan Maluku Tenggara, yang membantu pengambilan darah meyakinkan warga.

Jika di Waur peneliti disambut upacara adat, di Desa Ohoidertutu, Kecamatan Kei Kecil, mereka disambut dengan cecaran pertanyaan dari aparat desa, utamanya dari Kepala Desa Adolf Markus Tenihut. Walaupun sudah membawa surat izin dari pemerintah provinsi ataupun pemerintah kabupaten, dan sebelumnya sudah menghubungi kepala desa lewat telepon, menurut mereka hal itu belum memadai.

”Harusnya ada pemberitahuan jauh-jauh hari agar bisa menjelaskan kepada warga. Lalu, apa ini Eijkman, kenapa namanya seperti orang Belanda?” kata Adolf Markus.

Hera meminta maaf soal ketergesaan itu, dan kemudian menjelaskan tentang lembaga Eijkman. Setelah berdiskusi sekitar setengah jam, akhirnya suasana mencair. Kepala Desa Adolf Markus ternyata pernah lama tinggal di Jakarta, persisnya di sekitar Kecamatan Johar Baru. Begitu disebut tentang kantor Eijkman yang berada satu kompleks dengan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, dia pun langsung ngeh. ”Nah itu sudah. Dulu pernah bertetangga. Saya dulu sering ke sekitar sana,” kata Adolf.

Akhirnya, hampir semua aparat desa dengan sukarela diambil darahnya, kecuali kepala desa, yang ternyata takut dengan jarum suntik.

Imbalan

Di Desa Alusi Krawain, Kecamatan Kormomolin, Maluku Tenggara Barat, peneliti dihadapkan langsung kepada warga desa yang mempertanyakan mengenai maksud hingga imbalan dan manfaat apa yang mereka peroleh jika diambil darahnya. Sekalipun beberapa hari sebelumnya, penjelasan ini sudah disampaikan kepada aparat desa.

Samuel Gaitian, Sekretaris Dinas Kesbangpol dan Linmas Kabupaten MTB, yang turut mendampingi, banyak membantu menjembatani komunikasi warga dengan peneliti. ”Nah, karena kita juga ambil dorang punya darah, maka kita juga beri pemasukan buat dorang. Setelah diambil darahnya, nanti ada kue-kue dan makan siang. Selain itu juga ada uang transpor buat dorang semua,” katanya. Warga pun bersorak dan tersenyum puas.

Selama empat hari di Pulau Kei Besar dan Kei Kecil, para peneliti Eijkman ini berhasil mengumpulkan 95 sampel darah warga dari tiga desa. Sebelumnya, selama seminggu di Kepulauan Tanimbar mereka mengumpulkan 106 sampel darah warga dari empat desa.

”Untuk mendapat kepercayaan warga, kami menggunakan berbagai jalur. Mulai dari tokoh pemerintah, aparat keamanan, pemimpin agama, hingga adat. Bahkan, waktu di pedalaman Sumatera Selatan, kami menggandeng kepala preman setempat karena dia yang paling dihormati di sana,” kata Hera.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com