Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Ilmuwan Indonesia Menemukan Tikus Hidung Babi di Hutan Perawan

Kompas.com - 06/10/2015, 11:58 WIB

Hal menantang lain dalam perjalanan itu adalah menghadapi cuaca yang sering hujan. Matahari hanya bersinar sejam, kemudian tertutup lagi karena hujan. Belum lagi pacet yang sering menempel.

Sampai di atas bukan berarti perjuangan selesai. Sebab, proses koleksi tikus tak hanya memakan waktu semalam. Memasang jebakan dan mengambil tikus-tikus yang terjebak dilakukan berhari-hari.

Hingga suatu pagi ketika memeriksa jebakan, Kevin Rowe dari Australia menemukan spesimen menarik. Ia lantas berteriak kencang.

Rekan-rekan peneliti lain yang masih ada di kamp mendengar dan sudah mulai curiga temuan menarik didapatkan. Benar saja, ketika Kevin kembali, tikus unik datang.

"Kami langsung konfirmasi saat itu," ungkap Anang. Melihat karakteristik yang menonjol, para peneliti yakin tikus itu baru bagi ilmu pengetahuan.

Ciri yang sangat menonjol dari tikus ini adalah hidungnya yang seperti hidung babi. Ciri lainnya adalah adanya rambut yang sangat panjang di bagian dekat saluran kencing.

Panjang rambut urogenital sebenarnya hanya lima sentimeter. Namun, bagi tikus, itu panjang. Belum ada tikus dengan rambut urogenital sepanjang itu. Fungsi rambut itu pun belum jelas.

Tikus baru ini dinamai Hyorhinomys stuempkei. Nama genus "Hyorhinomys" diambil dari kata "hyro" yang berarti "babi", "rhino" yang berarti "hidung", dan "mys" yang berarti "tikus".

Sementara itu, nama spesies "Stuempkei" diambil dari nama samaran Gerolf Steiner, Harald Stuempke. Dia adalah penulis buku fiksi The Snouter yang bercerita tentang adanya tikus yang terpapar radiasi sehingga hidungnya menjadi panjang.

"Di Australia, Hyorhinomys lebih terlihat seperti tikus bilby, dengan kaki belakang yang besar, telinga besar dan panjang, serta moncong yang panjang dan meruncing," ungkap Kevin.

Tikus ini merupakan jenis ketiga yang ditemukan di Sulawesi dalam lima tahun terakhir. Sebelumnya, Anang dan tim telah menemukan tikus ompong (Paucidentomys vermidax) dan tikus air mamasa (Waiomys mamasae).

Meski beragam kesulitan harus dilalui, Anang mengungkapkan bahwa temuan sejumlah spesies di Sulawesi menjadikannya worth it, setimpal dengan hasil yang didapatkan.

Sejumlah temuan diharapkan bisa menggugah publik dan pemerintah untuk melestarikan alam Sulawesi yang unik. Lebih banyak kenanekaragaman yang harus diungkap. Siapa tahu, ada yang bisa memberi manfaat besar bagi manusia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com