Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/04/2015, 21:41 WIB
|
EditorYunanto Wiji Utomo

KOMPAS.com
 — Tubuhnya sudah rapuh dan usianya sudah di angka delapan puluh. Walaupun demikian, pemikirannya masih tajam, mampu memberi gagasan dan kritikan akan pembangunan kelautan Indonesia. Dia adalah Aprilani Soegiarto.

Aprilani adalah seorang pakar maritim Indonesia yang lahir pada 15 April 1935 di Solo. Seperti orang Jawa lain yang lahir pada awal abad ke-20, Aprilani terlahir dengan satu nama saja, yaitu Soegiarto.

Nama "Aprilani" punya sejarah tersendiri, bermula ketika pria yang pernah punya mimpi jadi dokter itu bersekolah di SMP Bopkri di Yogyakarta pada tahun 1950.

Ada dua nama "Soegiarto" di kelas sehingga sang guru aljabar yang bernama Kusumawardhani memberi tambahan nama "Aprilani", sesuai bulan lahir, untuk membedakannya. Sejak saat itu, nama Aprilani seperti melekat pada diri Soegiarto.

Menjadi peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sejak 1959, Aprilani telah menunjukkan kiprah dalam bidangnya, sekaligus karya yang berdampak luas dalam lingkup dalam negeri dan internasional.

Lulus S-3 di University of Hawaii pada tahun 1972, Aprilani dipercaya sebagai Direktur Lembaga Oseanografi Nasional (LON), cikal bakal Pusat Penelitian Oseanografi LIPI.

"Saat itu oseanografi masih sangat kecil. Kami belum punya PhD. Anggaran yang kami terima hanya Rp 50 juta. Mau meneliti apa coba?" katanya ketika ditemui seusai peluncuran buku Kenangan Jejak Langkah Aprilani Soegiarto di Gedung LIPI, Jakarta, Kamis (30/4/2015).

Namun ternyata, dengan anggaran kecil, Aprilani tetap bisa berkarya. Dalam bidang pembinaan sumber daya manusia misalnya, dia berhasil mengorbitkan 16 PhD selama masa kepemimpinan di lembaganya.

Sementara itu, dia menghasilkan karya penelitian yang diakui oleh dunia dan bahkan diaplikasikan secara luas.

"Saya memperkenalkan teknik pengukuran produktivitas kelautan, yaitu dengan mengukur produktivitas plankton dengan klorofil dan perunut radioaktif karbon C-14. Dengan itu, kita bisa tahu,  produktivitas itu cukup atau tidak dalam menopang perikanan yang besar," urainya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com