Menanam "Beaq Ganggas" di Bumi Gora

Kompas.com - 06/04/2015, 16:34 WIB

"Beras merah ini sudah menjadi tradisi masyarakat Sembalun. Kalau tidak menanam ini, rasanya seperti turun derajat sebagai petani," kata Asni.

Beras merah masih menjadi makanan pokok sebagian warga, termasuk Asni yang selalu menyimpan separuh hasil panennya untuk dikonsumsi sendiri. Sisanya ia jual untuk pembeli dari luar Sembalun. "Ada juga orang Jepang yang setiap minggu membeli 5-10 kilogram beras merah dari saya," ujarnya.

Beaq ganggas juga masih menjadi bagian dari hidangan "wajib" dalam acara-acara adat di Sembalun, misalnya pernikahan, kematian, khitanan, hingga menjamu tamu penting.

Harga beras merah di Sembalun Rp 12.000 per kilogram. "Satu kilogram beras merah nilainya setara dengan 1,5 kilogram beras putih," ujar Asni.

Harga yang lebih tinggi itu karena penanaman dan pengolahan beaq ganggas lebih lama. Jika masa tanam hingga panen beras putih hanya 3-4 bulan, beaq ganggas di Sembalun sekitar 6 bulan. Produktivitas beaq ganggas pun lebih rendah. Dari lahan 15 are hanya menghasilkan 4-5 kuintal. "Kalau beras putih, bisa panen 7-8 kuintal," ucap Asni.

Karena alasan itu pula, banyak petani meninggalkan beaq ganggas dan beralih ke beras putih. Asni menceritakan, dulu semua petani di Sembalun menanam beaq ganggas. Ia memperkirakan, saat ini tinggal sepertiganya saja yang bertahan.

Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura NTB Mokhlis mengatakan, beaq ganggas dan cara bertanam gogo rancah sama-sama memainkan peranan penting dalam penguatan NTB sebagai daerah penyokong pangan nasional.

"Tahun 1984, NTB berhasil beralih dari daerah rawan pangan menjadi daerah penghasil pangan melalui sistem tanam gogo rancah atau disingkat gora. Karena itu, NTB disebut sebagai 'Bumi Gora'. Beaq ganggas pun tetap menjadi bagian penting dalam perkembangan pangan NTB," tuturnya.

Berdasarkan data Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura NTB, pada 2010-2014 produksi beras NTB meningkat dan surplus jika dibandingkan dengan rata-rata kebutuhan konsumsi masyarakat NTB yang berkisar 500.000 ton per tahun. Surplus beras pada 2010 sebesar 582.808 ton, pada 2014 meningkat menjadi 761.006 ton. (ENG/IKA/RUL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Terpopuler

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau