Dwi Suprapti, Marine Species Coordinator WWF Indonesia, yang terlibat observasi hiu yang terdampar sejak 31 Januari 2015 itu mengatakan bahwa nekropsi (otopsi pada hewan) akan segera dilakukan.
Namun, hasil penyelidikan awal menyebutkan bahwa kematian hiu paus disebabkan oleh luka dan terjebak dalam waktu lama. "Dua faktor itu, kombinasi," kata Dwi kepada Kompas.com, hari ini.
Observasi awal yang dilakukan pada Selasa (10/2/2015) menunjukkan, hiu mengalami luka sayat pada bagian punggung sepanjang 4 cm. Sementara luka lain juga terdapat pada bagian perut.
Dwi beserta Dewa Ayu Putu Arie S, volunteer WWF Indonesia, serta Hadi Sutrisno, asisten tim forensik dan mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, menduga luka memicu infeksi.
"Diduga terdapat jamur pada bagian dekat luka anteriolateral et sinister (bagian depan, samping sebelah kiri)," demikian dinyatakan Dwi dan rekan dalam keterangan yang diterima Kompas.com. Kepastian akan didapatkan setelah nekropsi.
Hiu paus tersebut diduga telah mati selama delapan jam. Aroma menyengat muncul akibat satwa tersebut telah melewati fase rigor mortis (penegangan sendi dan otot beberapa lama setelah kematian).
Hiu paus tergolong binatang dilindungi di Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No 18/2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Hiu Paus. Hiu paus yang terjebak di PLTU Paiton memiliki ukuran panjang sekitar 6,3 meter.