Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukan Tsunami yang Mengancam Kita

Kompas.com - 26/12/2014, 11:16 WIB

Kajian telah disampaikan di media dan pemerintah daerah. Namun, hingga kini, belum ada tindak lanjut.

"Mereka mengungkapkan sudah dikaji dan lainnya. Namun, ketika kita elaborasi detail, kajian itu sangat minim dan asal-asalan. Tanpa data," kata Widjo. Sempat dinyatakan, agar bebas tsunami, bandara akan dilengkapi tanggul. Menurut Widjo, itu takkan efektif.

Pembangunan di wilayah Aceh pasca-gempa dan tsunami 2004 sendiri juga belum berwawasan kebencanaan. Wilayah dekat pantai yang rentan terdampak tsunami kini dipadati kembali oleh penduduk. Jika tsunami terjadi lagi, bisa dipastikan, korban pun akan banyak.

Rencana pembangunan di Aceh pasca-tahun 2004 berbeda jauh dengan yang dilakukan Jepang pasca-tahun 2011.

"Pada kasus tsunami 2011 saja, dalam kurun 8 bulan (sampai Desember 2011), Jepang mengeluarkan 17 undang-undang yang benar-benar menjadi landasan dalam pelaksanaan rekonstruksi," kata Abdul.

Undang-undang tersebut terkait dengan pelaksanaan rekonstruksi, mulai dari pembentukan badan otoritas, aturan rekonstruksi fisik, ekonomi, tata ruang, struktur pelindung tsunami, pengembangan wilayah pasca-tsunami, sampah tsunami, keuangan, fiskal/pajak, dan keimigrasian bagi korban tsunami.

"Keberadaan UU ini membuat segala kebijakan yang diambil oleh badan rekonstruksi Jepang memiliki dasar hukum yang kuat, seperti pengosongan ruang pesisir yang terkena tsunami dengan ketinggian lebih dari 2 meter dari permukiman, pembangunan struktur pantai dengan teknologi yang lebih baik, dan pengembangan compact city (kota kecil dengan fasilitas publik yang terintegrasi)," imbuh Abdul.

Ketika pembangunan berwawasan kebencanaan belum dilakukan, masalah bencana justru dipakai untuk mewujudkan proyek yang menguntungkan segelintir kelompok.

"Beberapa dimanfaatkan malah oleh 'penumpang gelap'. Misalnya rencana reklamasi di Bali yang dihubung-hubungkan dengan pengurangan risiko tsunami. Itu bencana yang sebenarnya," ujar Widjo.

Melihat apa yang terjadi di Jepang dan negeri kita, bencana alam sebenarnya bukan menjadi penjemput kematian. Bencana hanya akan memakan korban bila manusianya tidak punya senjata untuk lolos dari ancamannya.

"Bencana yang sesungguhnya bukan gempa, tsunami, longsor, banjir, tetapi manusia yang tidak mau belajar dari lingkungan, potensi-potensinya, dan ancamannya," kata Widjo.

Akal budi membantu manusia untuk lolos dari bencana. Manusia bisa menciptakan teknologi, mengamati alam dan potensi bencananya, berinvestasi pada kebencanaan, serta terus belajar. Ancaman kematian yang sebenarnya adalah kebebalan kita.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com