"Seperti di Cililin, wilayahnya sangat sulit dijangkau. Waktu kita kesana, tidak bisa pakai kendaraan roda empat," kata Sutopo dalam konferensi pers Senin (15/12/2014).
Pakar longsor dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Edi Prasetyo Utomo, mengungkapkan, masalah longsor terkait persoalan lingkungan.
Di Banjarnegara dan banyak wilayah Indonesia, area rawan longsor dipakai sebagai sebagai hunian dan lahan pertanian serta minim terasering.
Untuk melepaskan dari bahaya longsor, Edi mengungkapkan, "perlu ada langkah menghutankan kembali. Jangan bertanam tanaman perdu di wilayah rawan longsor."
Selain itu, perlu dibangun sistem peringatan dini longsor di wilayah yang memang berpotensi tinggi.
Menurut BNPB, wilayah berpotensi tinggi longsor tersebar di Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, dan Banten.
Edi mengungkapkan, "masyarakat sebaiknya minggir dulu dari lokasi bahaya. Hujan masih terus berlangsung sampai Februari. Kita belum tahu karakteristik hujannya."
Sutopo menuturkan, pengembangan sistem peringatan dini harus disertai dengan pendekatan budaya kepada masyarakat. Jika tidak, hasilnya tak memuaskan.
"Masyarakat malah merasa khawatir. Peringatan dini malah dianggap membuat deg-degan saja," jelas Sutopo.
Pemerintah juga mesti serius berinvestasi pada penanganan bencana. Dana kebencanaan saat ini masih minim, hanya 0,02 - 0,03 persen dari APBN. Seharusnya, minimal 1 persem./
"Mitigasi bencana harus dianggap sebagai investasi. Di luar negeri, ada survei bahwa berinvestasi 1 dollar AS bisa menyelamatkan kerugian dari bencana sebesar 7-40 dollar AS," ungkap Sutopo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.