Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memasang "Sarung Penangkal HIV" pada Aplikasi Kencan

Kompas.com - 12/09/2014, 09:56 WIB

Rapeepun Jommaroeng dari Rainbow Sky mengatakan, sejauh ini data menunjukkan bahwa jumlah LSL yang tes HIV karena melihat iklan di aplikasi kencan masih rendah. Kebanyakan LSL menjalani tes HIV karena pengaruh dari teman dekat.

Namun, Jommaroeng tetap berpikir bahwa aplikasi kencan adalah potensi. "Saya pikir geo-media sosial punya potensi untuk dikembangkan. Aplikasi kencan bisa lebih efektif dengan strategi inovatif yang mungkin belum ditemukan," katanya.

Di Amerika Serikat, Ian D Holloway dari University of California di Los Angeles melakukan survei di California bagian selatan. Dengan bantuan Grindr, ia menanyakan pada 195 orang LSL, apakah mereka bersedia menjalani kelas program pencegahan HIV.

Hasil studi yang dipublikasikan di jurnal AIDS Behavior pada 1 Desember 2013 mengungkap, 80 persen responden ternyata bersedia menjalani program pencegahan HIV. Sebanyak 70 persen dari yang bersedia memilih komunikasi lewat media online.

Dengan hasil tersebut, Holloway menekankan perlunya pengembangan program edukasi lewat media online. Rancangan dan pengiriman pesan edukasi atau ajakan bisa diintegrasikan lewat platform yang sudah ada, misalnya Grindr.

Agar bisa efektif, setiap wilayah bisa melakukan survei serupa seperti Holloway. Ini untuk menguji apakah penerimaan program pencegahan HIV berbasis online bisa diterima. Jika bisa, pendekatannya bisa dirancang.

Hartoyo, pentolan Ourvoice Indonesia, sebuah LSM yang bergerak di bidang pemberdayaan kaum Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transeksual (LGBT) mengatakan, "Paling mudah mungkin pemerintah bisa bekerja sama dengan pemilik Grindr."

Tahun 2013 lalu, ketika terjadi outbreak meningitis di New York, Grindr memasang pop-up message yang bisa dilihat setiap penggunanya ketika membuka. Isi pesan adalah peringatan bahaya meningitis dan ajakan untuk melakukan tes bagi yang berisiko.

Menurut Hartoyo, hal yang sama bisa ditiru oleh Indonesia. "Kita bisa pasang stiker-stiker pesan di Grindr kalau kita bekerja sama," ujarnya ketika dihubungi Kompas.com pada Selasa (2/9/2014).

Holloway mengatakan, cara sederhana lain bisa juga ditempuh. Ia mengungkapkan, klinik-klinik yang melayani pemeriksaan dan pengobatan HIV bisa membuka akun di aplikasi kencan. Hal itu akan memudahkan para LSL untuk mengakses dan bertanya.

Menurut Holloway, pemerintah, LSM dan klinik mungkin juga dapat menyediakan aplikasi tersendiri yang lebih interaktif khusus LSL. Aplikasi ini memungkinkan setiap LSL untuk bercakap, bertanya seputar HIV, meng-update isu kesehatan seksual, dan sebagainya.

Namun, Hartoyo mengingatkan, "komunikasi itu cuma printilan." Mengurangi infeksi HIV pada kalangan LSL tidak bisa cuma dilakukan dengan menjadikan mereka sebagai obyek dalam program pencegahan HIV.

"Mereka harus diajak untuk sadar. Bukan hanya soal HIV, melainkan juga identitasnya, haknya sebagai homoseksual, dan hak kesehatannya. Kalau mereka punya kesadaran, tes HIV tidak perlu dikejar-kejar," ungkapnya.

Selain soal komunikasi, persoalan pendanaan khusus untuk kalangan LSL juga penting. Selama ini, Indonesia hanya mengalokasikan dana 1 persen untuk menangani masalah HIV pada kelompok itu.


Andy baru saja tes HIV untuk pertama kalinya, 4 tahun setelah hubungan seks pertamanya. Dulu, ia enggan melakukannya. "Nggak cuma takut kalau kena HIV, tapi juga kalau tahu-tahu mahal biayanya. Tempatnya juga nggak tahu," katanya.

"Berkat teman," Andy menyebut cara ia mendapatkan informasi tentang tes HIV itu. Bukankah ini bisa diberikan Grindr dan aplikasi serupa lainnya?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com