Pada masa susah hidupnya di Jepang, Josh harus banyak meneliti agar bisa mendapatkan beasiswa. Ia akhirnya mendapatkan beasiswa tambahan dari Sato Yo Internasional Foundation. Sekarang, dia menjadi assessor di lembaga tersebut.
Saat mengenyam pendidikan doktoral, Josh rajin menulis paper. Hingga usia 25 tahun, Josh telah menghasilkan 16 paper. Jumlah itu tiga kali lebih banyak dari yang disyaratkan untuk menjadi seorang dosen. Alhasil, Josh pun mendapat banyak tawaran mengajar.
"Saya tidak menyangka rekrutmen staf pengajar di Jepang dinilai dari jumlah paper yang dibuat. Saya langsung diangkat menjadi dosen, tanpa melalui tingkat asisten dulu," tuturnya.
Beberapa universitas yang memberikan tawaran mengajar ataupun menjadi staf antara lain Leicester University, Kanazawa University, serta Massachusetts Institute of Technology. Ia kemudian memilih di Chiba University, Jepang.
Sejak 1 April 2013, Josh terdaftar sebagai profesor termuda di Chiba University. Ia telah menghasilkan radar, satelit, dan pesawat nirawak. Ia juga mengantongi 120 paten, 500 kali presentasi di banyak negara, serta profesor dengan dana terbanyak.
Lebih dari itu, Josh juga mengepalai sebuah laboratorium di Jepang bernama Josaphat Microwave Remote Sensing Laboratory (JMRSL). Di sanalah ia melakukan rekayasa dan riset radar serta pesawat nirawak.
Salah satu karya Josaphat adalah pesawat nirawak Josaphat Laboratory Large Scale Experimental Unmanned Aerial Vehicle (JX-1). Pesawat nirawak itu adalah yang terbesar di Asia, berukuran 6 meter serta dapat membawa sensor hingga seberat 30 kg.
Impian
Selain dosen dan perekayasa, Josh juga seorang filantropi. Sejak tahun 2002, bersama keluarganya, ia mendirikan yayasan pendidikan Pandito Panji Foundation. Nama yayasan itu diambil dari nama putranya sendiri.
Yayasan itu memberikan beasiswa penuh bagi anak-anak bangsa sejak duduk di bangku sekolah dasar hingga master. “Untuk tingkat doktor, kita biarkan mereka untuk mencari dana sendiri agar mereka punya kebanggaan sudah membiayai dirinya sendiri,” tutur Josh.
Josh juga memberi kesempatan kepada orang Indonesia untuk mengenyam program pendidikan singkat di Jepang. Selain belajar, orang Indonesia juga diharapkan mengenal Jepang dengan kedisiplinan, ketekunan, dan kemanusiaannya walaupun relatif tak beragama.
Dana yayasan yang didirikan Josh di antaranya berasal dari uang pribadi. Ada satu impian Josh, yaitu agar orang Indonesia lebih maju. Ia juga bisa berperan bagi Indonesia meskipun tidak bekerja di Indonesia.
“Ini kesempatan saya memberikan banyak manfaat bagi anak-anak Indonesia untuk belajar di luar. Mudah-mudahan dalam 5-10 tahun ke depan, agen-agen saya ini bisa memperbaiki Indonesia. Saya kira bisa. Mungkin suatu saat juga ada pengganti saya,” harapnya.
Gemar mengumpulkan peta kuno, Josh juga mempunyai impian untuk mendirikan museum peta dan teknologi bila usianya menginjak 65 tahun nanti. Ia bercita-cita membangunnya di wilayah Narita. Di museum itu, ia berharap bisa menginspirasi orang lain dengan menunjukkan teknologi yang telah dibuatnya.
"Ini semacam time mark dalam hidup saya. Suatu saat akan bercerita tentang perjalanan hidup saya, tentang apa saja yang telah saya capai,” katanya.
Josaphat juga memimpikan Indonesia yang lebih baik dari saat ini. Menurut dia, Indonesia tidak bisa terus mengejar ketertinggalan, tetapi berupaya menjadi pemimpin. Salah satu pilarnya adalah lewat edukasi dan riset.
Catatan: artikel telah di-update untuk memperbaiki umur Josaphat, seharusnya 44, bukan 65.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.