Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/08/2014, 07:10 WIB
|
EditorYunanto Wiji Utomo

KOMPAS.com — Dua matanya selalu berbinar, seakan memancarkan energi positif. Dialah Josaphat Tetuko Sri Sumantyo, perekayasa radar dan pesawat nirawak asal Indonesia yang kini berkarya di Jepang.

Ditemui Kompas.com di Hotel Pullman, Jakarta, Jumat (15/8/2014) lalu, Josaphat berkisah tentang masa kecil, perjuangannya meniti karier, karya, serta mimpi yang masih dimiliki pada usianya yang menginjak 44 tahun. Selain berbincang tentang perjalanan hidupnya, ia juga memberikan pandangannya tentang gagasan drone yang diungkapkan Presiden terpilih Joko Widodo. (Baca: Komentar Pakar UAV Dunia tentang Gagasan Jokowi Memakai Drone)

"Saya senang menatap mata orang ketika berbicara," katanya. Mungkin seperti kata pepatah, mata adalah jendela hati. Dengan menatap mata, kepribadian dan isi hati seseorang bisa diketahui.

"Hal yang begitu menyedihkan ketika masih mendapati mata pemuda yang terlihat lesu, tatapannya kosong, seakan banyak masalah yang mesti dipikirkannya. Sempatkah mereka berpikir untuk dunia," ujarnya.

Josh, demikian nama panggilannya, terlahir dari seorang ayah yang bekerja di TNI Angkatan Udara. Latar belakang keluarga ini menjadi salah satu faktor yang memupuk minatnya pada radar dan pesawat nirawak.

Pada umur empat tahun, Josh sudah diajak ke kantor ayahnya yang saat itu menjadi anggota Pasukan Gerak Tjepat TNI AU. Ia berkeliling markas militer, melihat ragam teknologi. Ia lalu menemukan dan jatuh cinta pada radar.

“Radar itu buatannya siapa? Buatan orang Indonesia, ya?" demikian ia sering bertanya. Sayangnya, jawabannya bukan. Dia pun kecewa. "Padahal, saya bangga kalau itu buatan orang Indonesia," imbuhnya.

Kegemarannya berkeliling, mengamati, dan menghitung radar kerap menjadi bahan obrolan para tentara yang bertugas piket. Tak jarang, dia "diomeli" karena aktivitasnya yang mungkin mengganggu itu.

Beranjak dewasa, ternyata kecintaannya pada radar tak hilang. Lulus SMA, cita-citanya adalah mempelajari dan menciptakan radar. Ia melirik universitas yang menawarkan program aeronautika di Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa.

Beasiswa ke Jepang memang kemudian dikantongi. Sayangnya, bukan pada jurusan aeronautika, melainkan elektronika. Josh remaja sempat kecewa. Tetapi, ia pun mengambil kesempatan belajar elektronika itu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com