"Pola yang terlihat menunjukkan asal-usul batuan," kata Iskandar.
Di Lampung , wilayah busur kepulauan ditandai dengan rasio Tantalum/Ytterbium kurang dari 2 dan Cerium/Fosfat kurang dari 1,8. Sementara, wilayah tepian benua punya rasio Tantalum/Ytterbium antara 2 hingga 4 dan Cerium/Fosfat lebih dari 1,8. Wilayah antarlempeng memiliki tasium Tantalum/Ytterbium lebh besar dari 6 dan Cerium/Fosfat lebih bersar dari 1.
Iskandar belum mengetahui asal busur kepulauan tersebut dan kapan busur kepulauan menyatu dengan Sumatera. Namun, ia memerkirakan, bersatunya busur kepulauan dengan lempeng benua Eurasia terjadi lebih dari 25 juta tahun lalu, lebih tua dari masa Miocene.
Tiga versi sejarah Sumatera
Geolog Awang Harun Satyana mengungkapkan, pandangan bahwa Sumatera tidak sepenuhnya merupakan bagian dari Eurasia sudah berkembang lama. Pada tahun 1984, N.R. Cameroon dari British Geological Survey A. Pulunggono dari Pertamina pernah menyampaikan gagasan itu.
Awang mengatakan, berdasarkan gagasan itu, bagian barat Sumatera disusun oleh busur Woyla. Busur lautan itu sekitar 150 juta tahun lalu berlokasi di dekat Australia, bersama daratan India dan Banda. Karena pergerakan tektonik, busur itu kemudian menyatu dengan Sumatera.
"Itu terjadi pada zaman Kapur tengah, sekitar 100 - 80 juta tahun lalu," kata Awang saat dihubungi Kompas.com beberapa waktu lalu.
Makalah yang ditulis oleh Robert Hall, pakar tektonik Asia Tenggara ternama dari University of London, berjudul "Late Jurassic–Cenozoic reconstructions of the Indonesian region and the Indian Ocean" sedikit membahas gagasan tentang bersatu atau naiknya busur Woyla dengan atau ke atas daratan Sumatera.
Pulunggono dan Cameroon, seperti dikutip Hall dalam makalahnya yang diterbitkan Elseveir tahun 2012, mengungkapkan bahwa busur Woyla yang naik ke Sumatera mencakup mikro-kontinen.
Geolog lain, M.R. Wajzer dan A.J. Barber, juga dari University of London, mengatakan bahwa busur Woyla merupakan busur intra-lautan yang terbentuk pada zaman Kapur Awal dan kemudian menumbuk Sumatera.
Hall sendiri menganggap bahwa terdapat mikro kontinen yang menabrak Sumatera pada zaman Kapur itu, yang ditandai dengan naiknya busur Woyla ke atas Sumatera. Mikro kontinen terus bergerak ke timur sehingga menghentikan sistem penunjaman yang ada dan akibatnya hampir tak ada aktivitas vulkanik pada saat itu.
Namun, menurut Iskandar, apa yang diungkapkan oleh Pulunggono, Cameroon, Barber, dan Hall sama sekali tidak menyebut adanya bagian Sumatera yang merupakan busur kepulauan.
"Mereka bicara pada Zaman Kapur (sekitar 100 juta tahun yang lalu) karena Woyla Group itu memang usianya sangat tua, sedangkan data saya berasal dari batuan volkanik berusia Miosen (kurang dari 25 juta tahun yang lalu)."
Rovicky Dwi Putrohari dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) mengungkapkan, gagasan bahwa Sumatera terdiri atas busur kepulauan pernah berkembang sebelumnya. Namun, penelitian Iskandar adalah salah satu yang paling awal memberi bukti ilmiah.
"Penelitian ini memberi bukti geokimia bahwa memang bagian barat Sumatera adalah busur kepulauan," katanya.