Asumsi itu terus berembus. Tak kunjung terpecahkan hingga para peneliti dari WWF Indonesia, Universitas Mulawarman, BKSDA, dan Pemkab Kutai Barat menemukan jejak badak sumatera saat memantau orangutan sekitar Maret 2013.
Ditemukan jejak kaki badak, dahan dipuntir (khas cara makan badak), dan gesekan cula di batang pohon. Lalu, dipasanglah 16 kamera pengintai di sekitar area yang dilintasi badak. Hasilnya mencengangkan bercampur menggembirakan.
Tiga kamera pengintai merekam video badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) pada 23 dan 30 Juni, serta pada 3 Agustus 2013. Masing-masing badak di video itu diyakini berasal dari individu berbeda.
”Temuan ini sangat penting karena badak sumatera itu satu dari 14 satwa prioritas untuk ditingkatkan populasinya,” kata Sonny Pratono, Plt Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan, Kamis (10/10/2013), di Jakarta.
Bukti rekaman video itu ditindaklanjuti penelusuran jalur lalu-lalang badak. Tujuannya, memetakan lokasi komunitasnya dan daya jelajah satwa terancam punah itu.
Di Kalimantan Timur, lokasi penemuan badak itu dihadapkan masifnya alih fungsi lahan untuk pertambangan, perkebunan, dan permukiman. Contoh nyata, pemanfaatan kawasan hutan untuk permukiman dan pembangunan infrastruktur mencaplok sebagian kawasan TN Kutai ataupun Taman Hutan Raya Soeharto.
Lalu, bagaimana jika area jelajah badak sumatera di Kalimantan itu ternyata ada di luar kawasan hutan (atau di luar kewenangan Kemhut)? Jawabnya, peran serta pemerintah daerah atau siapa pun pengelola lahan yang kedapatan satwa liar itu.
Hadi Alikodra, pakar konservasi satwa liar dari IPB, mengatakan, badak sumatera merupakan satwa dilindungi, baik di dalam maupun di luar kawasan hutan. Dalam sistem perizinan di Kemhut mensyaratkan pengalokasian hutan bernilai konservasi tinggi (HCVF) di tiap konsesi. Tujuannya, pihak manajemen merumuskan pengelolaan areal konsesinya.
Sayangnya, praktiknya kerap tak dijalankan sehingga pembukaan hutan mengesampingkan kepentingan satwa.
Temuan badak di Kalimantan itu sungguh membuka harapan. Sebab, populasi badak di luar Sumatera, seperti di Malaysia dan Indochina (Vietnam dan Myanmar), tak sukses. Populasinya terus merosot.
Badak sumatera lebih kecil dibanding badak bercula dua lain dari Afrika (badak putih dan badak hitam). Adapun badak jawa (Rhinoceros sondaicus) bercula satu yang tersisa sekitar 50 ekor di TN Ujung Kulon.
Bagi dunia konservasi dan penelitian, temuan itu sungguh menggairahkan. Namun, pada saat yang sama mencemaskan karena hutan yang jadi habitat badak, di Indonesia masih menjadi komoditas. (ICH/KOMPAS CETAK)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.