Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ulasan Ramadhan: Saat Rukyat (Lagi-lagi) Ditolak

Kompas.com - 17/07/2013, 09:32 WIB

Muh Ma'rufin Sudibyo*

KOMPAS.com — Seperti telah diduga sebelumnya, sidang isbat penetapan 1 Ramadhan 1434 H akhirnya merekomendasikan kepada Menteri Agama RI untuk menyatakan 1 Ramadhan 1434 H di Indonesia bertepatan pada Rabu, 10 Juli 2013. Seperti telah diduga pula, dalam sidang ini kembali muncul laporan dari Cakung (Jakarta).

Tiga anggota tim Cakung, masing-masing HM Labib, Nabil M, dan Afriyano, menyatakan telah melihat hilal pada Senin, 8 Juli 2013, pukul 17.52 WIB di langit Cakung. Hilal dinyatakan terlihat selama 1,5 menit dengan tinggi 2,5 derajat. Terhadap Matahari, hilal itu berada di sisi kiri atasnya. Ketiga saksi mata ini telah diambil sumpahnya oleh Drs Amril L Mawardi, SH, MA, Ketua Pengadilan Agama Jakarta Timur. Namun, laporan yang dikirimkan ke forum sidang isbat ternyata tak diterima.

Beberapa saat sebelumnya, dari mancanegara terbetik kabar serupa, tetapi tak sama. Thierry Legault, seorang astrofotografer kawakan dari Perancis, melaporkan keberhasilannya memotret sabit Bulan yang sangat tipis tepat pada saat konjungsi Bulan dan Matahari terjadi, yakni pada Senin, 8 Juli 2013, pukul 08.14 waktu Eropa (14.14 WIB).

Sabit Bulan terlihat cukup jelas dalam foto (citra) yang dipublikasikannya, yang segera menyebar ke segenap penjuru lewat dunia maya. Sukses ini mengulang prestasi sebelumnya pada 14 April 2010 lalu, saat sabit Bulan yang sangat tipis juga berhasil diabadikannya tepat saat konjungsi terjadi.

Sumber : Moeid Zahid Contoh citra sabit Bulan saat Bulan menyandang status hilaal yang terdokumentasi dalam data RHI. Diabadikan dari titik rukyat Gresik menjelang Jumadil Awwal 1429 H yang bertepatan dengan 6 Mei 2008. Garis silang vertikal dan horizontal samar yang terlihat dalam citra merupakan silang sumbu dalam teodolit yang dipergunakan untuk rukyat. Sumber : Moeid Zahid, 2008.
Mengapa Cakung ditolak dan bagaimanakah status foto Legault?

Tim rukyat Cakung merupakan nama populer bagi tim perukyat (pengamat) hilal dari Lajnah Falakiyyah al-Husiniyah yang beralamatkan di Cakung, Jakarta Timur, tepatnya pada koordinat 6,16 LS 106,942 BT dengan elevasi 10 meter di bawah paras air laut rata-rata. Mereka menggunakan hisab al-Mansyuriyah (kitab Sullam al-Nayyirain) dan melaksanakan pengamatan Bulan dari waktu ke waktu secara rutin, termasuk saat Bulan berstatus hilal. Jadi, tak hanya pada awal Ramadhan dan hari raya.

Pengamatan berlangsung dengan mengandalkan mata semata tanpa dukungan alat bantu optik (seperti teleskop) dan berlokasi di atas gedung bertingkat tiga sehingga elevasi titik pengamatannya hampir setara dengan paras air laut rata-rata.

Cakung menjadi fenomenal karena, pada setiap kesempatan sidang isbat, mereka kerap melaporkan terlihatnya hilal. Laporan ini tak jarang menimbulkan kehebohan seperti dalam penentuan Idul Fitri 1432 H (2011) dan awal Ramadhan 1433 H (2012) lalu.

Menjelang Ramadhan 1434 H ini, hisab al-Mansyuriyah menyatakan konjungsi terjadi pada pukul 12.10 WIB. Dibandingkan perhitungan astronomi modern yang menyatakan konjungsi terjadi pada pukul 14.14 WIB, jelas prediksi konjungsi versi al-Mansyuriyah terjadi 2 jam lebih awal. Inilah yang menyebabkan mengapa hisab al-Mansyuriyah terkategorikan sebagai golongan hisab kurang akurat.

Problem itu berimbas pada parameter berikutnya, yakni "tinggi" Bulan. Hisab al-Mansyuriyah, yang berdasar geometri sederhana dan belum mengenal konsep segitiga bola layaknya perhitungan astronomi modern, menyatakan "tinggi" Bulan pada saat terbenamnya Matahari, Senin, 8 Juli 2013, adalah 2,55 derajat. Bandingkan dengan perhitungan astronomi modern, yang telah berkali-kali teruji akurasinya, baik dalam prediksi gerhana maupun fenomena langit lain, yang menyatakan tinggi Bulan di Jakarta bahkan kurang dari 0,4 derajat seperti dinyatakan oleh peta Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

Problem elementer terkait laporan tim Cakung dalam sidang isbat penentuan Ramadhan 1434 H ini adalah aspek waktunya. Tatkala hilal dilaporkan terlihat di antara rentang waktu pukul 17.50 dan 17.52 WIB, perhitungan astronomi modern dengan mengambil titik acu di lokasi yang sama justru menyatakan Bulan telah terbenam sejak pukul 17.48 WIB.

Oleh karenanya, jelas apa yang mereka saksikan bukanlah Bulan ataupun bagian dari Bulan. Verifikasi oleh tim lain, yakni tim LAPAN dan Kementerian Agama, pada lokasi yang sama persis, tetapi melengkapi diri dengan instrumen teodolit, memastikan tidak ada tanda-tanda keterlihatan hilal sebagaimana yang dilaporkan tim al-Husiniyah. Inilah penyebab laporan dari Cakung (kembali) ditolak.

Penolakan

Masalah elementer lain yang menghinggapi tim Cakung adalah lokasinya yang sudah tak layak, terutama karena pandangan ke arah barat sudah terhalangi sebagian oleh gedung-gedung bertingkat.

Di sisi lain, pandangan ke cakrawala barat pun bersirobok dengan lokasi Bandara Soekarno-Hatta dengan lalu lintas pesawat yang sibuk sehingga potensi gangguan sumber cahaya artifisial pun bertambah. Karena itu, meski secara tradisional berada di bawah naungan Nahdlatul Ulama (NU), Lajnah Falakiyyah PBNU sebagai organ tertinggi yang membidangi masalah hisab dan rukyat, ormas tersebut menyatakan sudah tak lagi mengacu laporan rukyat Cakung terutama dalam satu dasawarsa terakhir.

Cakung menjadi problem yang lebih pelik karena kesaksiannya telah diambil sumpah oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur. Problem berlanjut terkait bagaimana sumpah itu diperlakukan.

Bagi sebagian kalangan di masyarakat, pengambilan sumpah tersebut menandakan kesaksian Cakung adalah sahih dan wajib diterapkan. Namun, merujuk praktik di zaman khalifah empat (Khulafaur Rasyidin), ternyata pernah terjadi penolakan kesaksian meski saksi telah bersumpah. Ini dilakukan khalifah Utsman bin ‘Affan, yang menolak persaksian rukyat Hasyim bin Utbah, meski yang bersangkutan sudah bersumpah, sebagaimana diriwayatkan oleh ath-Thabary. Ini menjadi yurisprudensi syar’i untuk menyatakan bahwa kesaksian rukyat dapat ditolak meski telah disumpah, atas dasar kurangnya kompetensi, tempat yang tidak layak, ataupun faktor-faktor lainnya.

Maka dari itu, alasan sidang isbat menolak laporan Cakung, yang antara lain dilandasi oleh faktor kompetensi dan ketidaklayakan tempat rukyat, pun memiliki fundamen tersendiri.

KOMPAS/PRIYOMBODO Dengan mata telanjang, warga ikut memantau hilal dari puncak Masjid Al Mabrur, Nambangan, Kenjeran, Surabaya.
Legault

Selain persoalan Cakung, pada saat yang sama juga beredar kabar mengenai keberhasilan Legault mengabadikan sabit Bulan tepat pada saat konjungsi dalam selembar foto. Analisis memperlihatkan foto tersebut sejatinya bukan foto "langsung", melainkan gabungan dari 500 foto digital yang diambil dalam spektrum cahaya merah atau mendekati inframerah dan kemudian dijadikan satu lewat proses panjang.

Dalam kondisi normal, lengkungan sabit Bulan takkan tampak, mengingat cahaya langit 400 kali lebih benderang dari cahaya Bulan pada spektrum inframerah, bahkan pada spektrum cahaya tampak adalah 1.000 kali lipat lebih benderang.

Di sisi lain, sukses Legault kali ini ternyata tetap berada dalam koridor kenampakan sabit Bulan siang hari seperti yang telah dipahami semenjak 2007 hingga sekarang. Meski difoto tepat saat konjungsi, saat itu tinggi Bulan ternyata mencapai 26 derajat dari cakrawala atau lebih tinggi dari nilai batas 20 derajat.

Saat itu, Bulan memiliki elongasi (jarak sudut) terhadap Matahari sebesar 5 derajat. Jika angka ini diekstrapolasikan secara langsung (instan) ke dalam situasi tatkala Matahari terbenam dengan mengabaikan faktor-faktor lain, maka yang terjadi adalah beda tinggi Bulan-Matahari saat itu sebesar 5 derajat. Ini setara dengan umur Bulan 10 jam dan lag Bulan +20 menit.

Dengan lag Bulan di Indonesia adalah antara -3,3 dan +3,4 menit, maka sukses Legault justru memberikan justifikasi tambahan bahwa pada saat Matahari terbenam, 8 Juli 2013 lalu, Bulan memang belum menyandang status hilal.

* Muh Ma'rufin Sudibyo, Koordinator Riset Jejaring Rukyatul Hilal Indonesia & Ketua Tim Ahli Badan Hisab dan Rukyat Daerah Kebumen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com