Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ulasan Ramadhan: Sidang Isbat dan "Wujudul Hilal"

Kompas.com - 11/07/2013, 14:51 WIB

“Kriteria” imkan rukyat pun dipandang hanya sebagai persepakatan tanpa dasar ilmiah. Dengan mengasumsikan (menganggap) bahwa hilal adalah Bulan yang masih menyembul di atas cakrawala barat saat Matahari terbenam pasca konjungsi, maka Muhammadiyah mengadopsi wujudul hilal dan mengabaikan beda tinggi Bulan-Matahari, berapapun nilainya.

Dalam “kriteria” ini, peranan garis tinggi Bulan nol derajat (atau garis nol atau garis wujudul hilaal) menjadi sangat penting. Titik-titik yang terletak di sebelah barat garis telah memenuhi syarat wujudul hilal ketimbang titik-titik di sebelah timur garis. Sehingga, titik-titik di sebelah barat garis memasuki bulan kalender Hijriah yang baru terlebih dahulu dibanding titik-titik di sebelah timur garis.

Namun, prinsip itu belakangan tak digunakan lagi. Sejak 2011, Muhammadiyah mencoba mengaitkan “kriteria”-nya dengan upaya internasionalisasi kalender Hijriah yang dipahami sebagai pembentukan rumusan satu hari setara satu tanggal Hijriah dan setara dengan satu tanggal Masehi (Tarikh Umum) di segenap penjuru Bumi.

Untuk itu diadopsi satu prinsip baru: transfer wujudul hilaal atau naklul-wujud, yang dinyatakan secara terbuka sejak 2013 ini. Dalam prinsip ini, titik-titik yang berada di sisi timur garis diperkenankan untuk menyamakan dirinya dengan titik-titik di sebelah barat garis. Sehingga, awal bulan kalender Hijriah yang baru akan berlangsung serempak baik bagi titik-titik di sebelah barat, maupun sebelah timur garis. Inilah yang bakal berlaku pada Ramadhan 1434 H ini.

Jika merujuk peta, garis nol 8 Juli 2013 membelah wilayah Indonesia menjadi dua bagian. Bagian barat yang mencakup seluruh pulau Jawa, Bali, kepulauan Nusa Tenggara dan Sumatera (kecuali Aceh dan sebagian Sumatera Utara) telah memenuhi syarat wujudul hilal. Namun, bagian timurnya, yang meliputi Aceh, Sumatera Utara serta seluruh pulau Kalimantan, Sulawesi, Irian dan Kepulauan Maluku belum memenuhi syarat wujudul hilaal.

Dengan prinsip naklul-wujud, maka pada daerah-daerah tersebut tetap berlaku 1 Ramadhan pada Selasa 9 Juli 2013, meskipun sejatinya di sana Bulan telah sepenuhnya terbenam tatkala Matahari terbenam.

Lain halnya dengan al-Mansyuriyah yang berpusat di Cakung (Jakarta). Meski berdasar rukyat, namun sejatinya telah dikompromikan dengan hisab dan kemudian disesuaikan. Sistem hisab ini berpegang pada kitab Sullam al-Nayyirain, buah karya Guru Muhammad Mansyur dari Jembatan Lima (Jakarta) pada 1925 M silam, berdasarkan data elemen posisi Bulan dari masa Ulugh Beg (lima abad silam) yang dibawa ke Indonesia oleh Syeh Abdurrahman bin Ahmad dari Mesir pada tahun 1896 M. Kitab ini merinci perhitungan-perhitungan sederhana untuk menentukan waktu konjungsi, Gerhana Bulan dan Gerhana Matahari. “Tinggi” Bulan dihitung secara sederhana sebagai umur Bulan (sejak konjungsi hingga maghrib) yang dibagi 2.

Guru Mansyur sendiri menggarisbawahi bahwa “tinggi” Bulan yang menjadi batas minimal adalah 6 derajat. Namun, catatan ini diabaikan pada masa kini. Para penerusnya mengadopsi batas “tinggi” Bulan yang sama dengan “kriteria” imkan rukyat, yakni 2 derajat.

Dengan rukyat berlangsung di Jakarta, yang arah pandangnya salah satunya menyasar Bandara Soekarno-Hatta, dan menafikan eksistensi sumber-sumber cahaya pengganggu serta perukyat dengan pengalaman terbatas, maka Cakung selalu melaporkan “berhasil” melihat hilal, meski hampir seluruh cendekiawan falak saat ini menganggap yang terjadi adalah kasus salah lihat.

Sebagai gambaran, betapa terganggunya langit Jakarta oleh polusi cahaya gila-gilaan, tak ada fenomena langit senja/malam yang bisa diamati dari ibu kota terkecuali Bulan, Venus dan Jupiter.

Dalam menyelenggarakan aktivitasnya, Planetarium Jakarta dan Himpunan Astronomi Amatir Jakarta (HAAJ) bahkan harus melangkah keluar dari daratan Jakarta, misalnya ke Kepulauan Seribu maupun Bogor.

* Muh Ma'rufin Sudibyo, Koordinator Riset Jejaring Rukyatul Hilal Indonesia & Ketua Tim Ahli Badan Hisab dan Rukyat Daerah Kebumen

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com