Di Antariksa, Bagaimana Muslim Harus Shalat dan Puasa?

Kompas.com - 09/07/2013, 17:19 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

KOMPAS.com — Sejumlah Muslim ternyata pernah pergi ke antariksa. Muslim pertama yang pergi adalah Sultan Salman Al Saud dari Arab Saudi, yang terbang dalam misi STS 51-G pada 17 Juni 1985. Yang terakhir adalah astronot Malaysia, Sheikh Muszaphar Sukhor, yang terbang dalam misi Soyuz TMA-11 pada 10 Oktober 2007.

Jadi pertanyaan sekarang, bisakah dan bagaimanakah Muslim harus menunaikan ibadah di antariksa? Memasuki Ramadhan seperti saat ini, jika ada Muslim di antariksa, maka bagaimana harus menjalankan shalat tarawaih atau shalat lain? Apakah Muslim di antariksa bisa berpuasa?

Sejak keberangkatan Sheikh Muszaphar Sukhor, isu tentang beribadah di antariksa mengemuka. Pada tahun 2006, Badan Antariksa Malaysia (ANGKASA) bekerja sama dengan Department of Islamic Development Malaysia (JAKIM) mengadakan Seminar on Islam and Living in Space.

Seminar tersebut menghasilkan sebuah pedoman bagi Muslim untuk menjalankan ibadah di antariksa. Dinyatakan bahwa walaupun berada di luar angkasa, Muslim tetap dapat menjalankan ibadah. Hanya, perlu beberapa penyesuaian terkait kondisi antariksa yang berbeda dengan Bumi.

Shalat, termasuk tarawih, harus dilakukan sendiri jika tak ada Muslim lain dalam misi antariksa yang sama. Kondisi antariksa dengan gravitasi rendah kadang mempersulit Muslim untuk berdiri tegak, rukuk, dan bersujud seperti di Bumi. Karenanya, Muslim di antariksa diperbolehkan shalat dengan posisi duduk atau tidur telentang.

Umat Muslim juga harus wudu sebelum shalat. Karena kondisi minim air, Muslim di antariksa bisa melakukan tayamum untuk menggantikan wudu. Tayamum bisa dilakukan dengan menggosokkan telapak tangan pada permukaan yang bersih atau cermin, lalu mengusapkannya pada bagian tubuh tertentu yang harus dibersihkan.

Arah shalat harus menghadap ke kiblat. Di antariksa, Muslim juga bisa menghadap kiblat bila mengetahui betul arah kiblat. Bila tidak, muslim bisa shalat dengan menghadap ke Bumi. Bila tak paham atau sulit juga menentukan arah Bumi, Muslim bisa shalat menghadap ke mana saja.

Untuk shalat wajib, Muslim juga bisa menjalankan shalat lima waktu dan tetap berhak untuk melakukan jamak (menggabungkan) atau qasar (menyingkat) bila punya halangan tertentu. Sementara itu, waktu shalat wajib mengikuti waktu shalat tempat peluncuran misi antariksa.

Bila akan berpuasa, maka Muslim juga tetap bisa melakukannya. Bila merasa kurang nyaman, maka Muslim bisa mengganti ibadah puasanya setelah Ramadhan ketika kembali ke Bumi. Waktu sahur, imsak, puasa, dan berbuka mengikuti waktu yang sama dengan tempat peluncuran.

Sheikh Muszaphar Sukhor sendiri terbang ke antariksa pada saat Ramadhan. Dikutip Reuters, 24 September 2007, Sukhor saat itu berharap dapat tetap berpuasa di antariksa. Namun, ia juga mengatakan bahwa Islam sangat toleran. Oleh karenanya, penggantian puasa saat sudah berada di Bumi juga diperbolehkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau