Wawancara Pertama dengan Seorang Lelaki "Mati"

Kompas.com - 27/05/2013, 17:49 WIB

Metabolisme rendah

Studi pada otak Graham akhirnya memberi Zeman dan Laureys beberapa penjelasan. Untuk melakukan studi otak, Zeman dan Laureys menggunakan teknik positron emission tomography (PET) yang membantu memantau metabolisme dalam otak. Pemakaian teknik PET ini untuk mempelajari sindrom Cotard yang diaplikasikan pada Graham adalah yang pertama kali.

Hasil penelitian Zeman dan Laureys mengejutkan. Aktivitas metabolisme pada otak bagian frontal dan parietal Graham sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa otak Graham berada pada kondisi vegetatif.

Ilmuwan mengatakan, bagian frontal dan parietal merupakan bagian yang kerap disebut default mode network, sistem kompleks yang penting agar si pemilik otak memiliki kesadaran. Jaringan ini penting agar seseorang bisa mengingat masa lalu, memikirkan dirinya, merasakan eksistensinya, serta menyadari bahwa dirinya adalah agen dari sebuah tindakan yang dilakukannya sendiri.

"Saya telah melakukan analisis PET selama 15 tahun dan saya tak pernah melihat seseorang yang mampu berdiri dan berinteraksi dengan orang lain dengan kondisi abnormal (seperti pada Graham)," kata Laureys.

"Fungsi otak Graham menunjukkan seseorang yang sedang ada dalam kondisi dibius atau tidur. Melihat kondisi ini pada seseorang yang terjaga adalah unik sepanjang pengetahuan saya," tambahnya.

Zeman mengatakan bahwa hasil scan PET Graham bisa dipengaruhi oleh pil anti-depresi yang dikonsumsi untuk meredakan sindromnya. Tak bijak untuk membuat banyak kesimpulan dari hasil analisis satu orang saja.

Meski demikian, Zeman mengatakan, "Masuk akal bahwa berkurangnya metabolisme membuatnya memiliki pengalaman berbeda tentang dunia dan memengaruhi kemampuannya untuk mengungkapkan alasannya."

Laureys menjelaskan, "Ada banyak hal yang tidak kita ketahui tentang bagaimana menjelaskan kesadaran." Dari kasus Graham, ilmuwan belajar bahwa otak memengaruhi persepsi tentang diri dan bisa tak berfungsi.

Hasil scan PET memberi banyak pengetahuan pada ilmuwan. Namun, bagi Graham, scan itu tak berarti apa-apa. "Saya merasa berada di titik terendah," katanya. Saat ini, giginya sudah mulai menghitam karena jarang disikat dan dirawat.

Graham mengatakan, ia benar-benar tak punya pemikiran tentang masa depan pada saat itu. "Saya tak punya pilihan lain kecuali menerima fakta bahwa saya tak punya cara untuk benar-benar mati. Itu benar-benar mimpi buruk," katanya.

Bayangan pemakaman

Perasaan mati membuat Graham sering pergi ke pemakaman. "Saya cuma merasa bahwa saya merasa baik di sana. Itu adalah tempat terdekat saya bisa mati, walau polisi bisa datang menjemput dan membawa saya pulang," tuturnya.

Ada konsekuensi yang tak bisa dijelaskan dari sindrom yang dialami Graham. Ia mengatakan bahwa ia merasa memiliki kaki indah dengan bulu-bulu. Namun, setelah mengalami sindrom Cotard, semua bulunya rontok. "Saya merasa seperti ayam yang dicabuti bulunya," cetusnya.

Graham terus mendapatkan perawatan. Dengan obat-obatan dan psikoterapi, kondisi Graham berangsur membaik. Ia tak lagi berada dalam sindrom Cotard. Ia bisa hidup mandiri. "Sindrom Cotard-nya hilang dan kapasitasnya untuk merasakan kesenangan hidup telah kembali," kata Zeman.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau