Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jejak Ramai di Padang Lawas

Kompas.com - 27/04/2013, 07:39 WIB

Adalah Franz Wilhelm Junghuhn, naturalis, botanikus, geolog, dan komisaris Hindia Timur yang pertama menemukan percandian di Padang Lawas (1846). Junghuhn juga banyak meneliti di daerah Batak.

Masa itu, Padang Lawas yang kini dataran luas nan kering masih hutan lebat. Bangunan candi dari batu bata itu terkurung pepohonan besar.

Menurut Bambang Budi Utomo, peneliti senior pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas), situs di Padang Lawas adalah kumpulan biara. Ia merujuk catatan Kerkhoff yang meneliti setelah Junghuhn.

Data Balai Arkeologi Medan, ada 20 situs di Padang Lawas. Lokasinya di daerah aliran sungai Barumun, Pane, dan sungai lain seluas 1.500 kilometer persegi. Bambang menduga bangunan itu sengaja dibangun di jalur perdagangan ramai.

Percandian di Padang Lawas semua dari batu bata, hanya saja langgam arsitekturnya jauh berbeda dengan percandian di Dharmasraya di Sumatera Barat ataupun Trowulan di Jawa Timur. Menurut Erry, candi-candi itu dibangun berteknik kosot, yaitu menggosokkan batu bata satu per satu setelah salah satu bagiannya dibatasi. Dengan cara itu, batu bata saling melekat.

Masyarakat pendukung Padang Lawas, menurut Bambang, merupakan penganut Buddha Tantrayana. Itu terlihat dari relief candi yang banyak melukiskan sosok yaksa, makhluk kahyangan berwujud raksasa.

Asal-usul Padang Lawas penuh perdebatan. Schnitger, peneliti kepurbakalaan di Sumatera (1950-an), menyebut Padang Lawas dibangun bersamaan stupa-stupa di Muara Takus pada abad ke-12 Masehi. Namun, tanpa bukti tertulis.

Satu-satunya sumber adalah prasasti Batu Gana di Candi/Biara Bahal I. Isinya keterangan tentang aliran sungai yang dilayari perahu hingga hilir dari abad ke-12-14 Masehi.

Tak satu penelitian pun menyebut ada jejak permukiman di sana. Temuan artefak mengarah pada tempat pemujaan. Kebisuan Padang Lawas kini bersanding dengan perkebunan kelapa sawit. Belum ada upaya menggali temuan baru.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com