Pengeboman Tuna Juga Ancam Lumba-lumba

Kompas.com - 14/03/2013, 22:51 WIB
Fifi Dwi Pratiwi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Nelayan Kabupaten Flores Timur sejak tahun 2004 hingga saat ini masih melakukan praktik pemboman untuk menangkap ikan, khususnya tuna berukuran besar (lebih 25 kg). Fakta ini terungkap dari pemaparan laporan hasil kajian WWF-Indonesia yang berjudul "Potret Pemboman Ikan Tuna di Perairan Kabupaten Flores Timur", Kamis (14/3/2013) di Jakarta.

Praktik pemboman ini ternyata tidak hanya mengancam keberlanjutan stok ikan tuna di daerah tersebut, tapi juga mengancam keberadaan ikan lumba-lumba di perairan itu.

"Ikan tuna yang bermigrasi seringkali berasosiasi dengan ikan lumba-lumba, salah satunya dengan jenis spinner dolphin. Lumba-lumba termasuk hewan yang dilindungi," papar Dwi Ariyogagautama, Fisheries Senior Officer WWF-Indonesia di Nusa Tenggara Timur.

"Nelayan yang melakukan pengeboman biasanya menjadikan keberadaan lumba-lumba sebagai indikator keberadaan ikan tuna," kata Dwi.

Dwi menjelaskan, nelayan melemparkan bom ketika ikan tuna berada di dekat permukaan. Bom tidak diarahkan langsung ke arah kumpulan lumba-lumba dan ikan tuna, tapi ke titik di dekatnya. Ledakan bom yang cukup kuat mampu melukai bahkan membunuh lumba-lumba dan ikan tuna yang menjadi sasaran. Praktik ini bila dibiarkan bisa berdampak buruk pada keberlanjutan ekosistem laut di perairan Flores.

Menurut Dwi, praktik ini masih marak dilakukan karena ada pasar yang siap menampung produk ikan tuna hasil pemboman. Oleh karenanya, pasar tersebut harus dihilangkan, sebab bila dibiarkan kondisi ini bisa menjadi preseden buruk bagi industri berbasis perikanan tangkap di Indonesia. Hal buruk yang mungkin terjadi, produk perikanan dari Indonesia bisa di-banned oleh negara importir karena perilaku ini. Salah satu cara mengatasinya dengan membuat regulasi yang mengatur pemasaran produk perikanan.

"Saat ini, regulasi yang ada baru mengatur tentang jenis alat tangkap yang boleh dipergunakan. Ke depan, sebaiknya dibuat regulasi yang mengatur produk yang dijual di pasar harus produk yang ramah lingkungan. Untuk komoditas ikan tangkap berarti produk tersebut ditangkap dengan cara yang ramah lingkungan," jelas Dwi.

"Upaya lainnya dengan meningkatkan kapasitas nelayan melalui penyuluhan, dan peningkatan upaya monitoring dan pengawasan," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau