Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Tahun Tsunami Jepang, Pelajaran yang Bisa Dipetik

Kompas.com - 11/03/2013, 10:23 WIB

Rasa aman

Selain meningkatkan kemampuan global dalam memprediksi gempa dan tsunami, yang tak kalah penting juga adalah pendidikan bencana. Irwan Meilano mengatakan, mitigasi bencana yang bertumpu pada fisik kadang menghasilkan false sense of security (rasa aman yang keliru). ”Banyak warga Jepang yang meninggal karena tidak bersedia dievakuasi segera,” katanya.

Masyarakat Jepang di pesisir banyak yang mengira telah terlindungi sehingga tidak segera mengungsi saat peringatan tsunami berdering.

Anawat Suppasri dan tim dalam Lessons Learned from the 2011 Great East Japan Tsunami (2012) menyebutkan, pembangunan struktur fisik semata dalam mengantisipasi tsunami tidak bisa memberikan jaminan perlindungan terhadap warga.

Masyarakat harus disadarkan tentang batasan dari struktur fisik yang dibangun. Pendidikan bencana dengan menekankan pada prinsip segera menjauh dari zona bahaya tsunami harus menjadi prioritas.

Belajar dari bencana dua tahun silam, Jepang kini merevisi tata ruangnya. Mereka agaknya menyadari, membentengi laut tidak cukup untuk mengatasi tsunami.

Seperti disampaikan Profesor Teruyuki Kato dari Earthquake Research Institute (ERI) The University of Tokyo, yang ditemui Kompas beberapa saat setelah gempa dua tahun silam, ilmu prediksi tentang gempa dan tsunami terbatas. ”Kami belum bisa meramalkan dengan tepat, kapan, di mana, dan seberapa kuat gempa akan terjadi,” katanya. Satu-satunya cara paling masuk akal adalah menjauhkan warga dari zona bahaya tsunami.

Tak mengherankan jika Yomiuri Shimbun, edisi 13 November, 2012 melaporkan, 12 pemerintah daerah yang terdampak tsunami berencana meninggikan tanah di wilayah mereka. Rata-rata ditinggikan satu hingga enam meter. Namun, sebagian wilayah ditinggikan hingga 17 meter sehingga mencapai 18 meter dari permukaan laut.

Lahan yang akan ditinggikan mencapai luasan 740 hektar dan dibutuhkan material uruk hingga 17,5 juta kubik meter. Sebagian material berasal dari sampah tsunami.

Berbeda dengan rekonstruksi di Jepang yang didasari pada pembelajaran bencana sebelumnya, kota-kota di Indonesia yang pernah dilanda tsunami, kembali dibangun di zona bahaya. Kota Banda Aceh, misalnya, dibangun tanpa perubahan tata ruang. Hanya dibangun empat bangunan shelter tsunami, yang terbukti tak terpakai saat gempa besar terjadi pada April 2012—dan saat ini direncanakan untuk dibangun di beberapa tempat lain. Jepang yang jauh lebih bersiaga pun mengalah dengan membangun permukiman menjauh dari zona bahaya....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com