Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ancaman Bencana dari Antariksa

Kompas.com - 18/02/2013, 09:12 WIB

Relatif aman

Bahan dasar meteor adalah batuan di sekitar Bumi yang berasal dari asteroid, komet, ataupun pecahan keduanya. Benda-benda langit itu merupakan materi sisa-sisa pembentukan tata surya 4,5 miliar tahun yang lalu. Bersama Bumi, batuan tersebut bergerak mengelilingi Matahari.

Walau jumlah batuan, asteroid, komet atau pecahannya melimpah, tak selalu terjerat gaya gravitasi Bumi hingga masuk ke atmosfer Bumi. Salah satu pencegah sehingga benda tersebut tidak jatuh ke Bumi adalah kecepatan geraknya.

Budi menambahkan, ukuran batuan atau massa yang dimiliki benda itu juga sangat menentukan. Makin kecil ukuran dan makin lambat geraknya, berarti makin mudah batuan tersebut terjebak gravitasi Bumi.

Namun karena ukuran yang lebih kecil, batuan itu juga mudah terpengaruh gaya gravitasi benda-benda langit yang lebih besar. Planet, satelit, ataupun asteroid lain bisa menjadi penahan agar batuan tersebut tak terjebak gravitasi Bumi atau justru menjadi pendorongnya untuk masuk lingkungan Bumi.

Masuknya batuan antariksa ke atmosfer Bumi juga tidak selalu menimbulkan dampak bagi manusia.

Bumi memiliki atmosfer tebal dengan kerapatan bervariasi. Kerapatannya makin tinggi di permukaan Bumi. Partikel di atmosfer Bumi itu menggesek batuan yang masuk hingga sebagian besar habis terbakar. Tanpa atmosfer, wajah Bumi akan penuh kawah dan lubang seperti Bulan akibat hantaman asteroid.

Batuan yang habis terbakar itu biasanya berukuran beberapa mikrometer hingga beberapa sentimeter. Batuan inilah yang terlihat sebagai meteor atau bintang jatuh yang selalu terlihat setiap malam.

Kalaupun tidak habis terbakar, meteor tersebut juga belum tentu membahayakan manusia seperti yang terjadi di Chelyabinsk. Meteor tersebut dapat jatuh di laut. Terlebih lagi, dua pertiga wilayah Bumi adalah laut. ”Jika jatuh di laut dalam ukuran besar, meteor ini bisa memicu tsunami,” ujar Budi.

Selain itu, meteor dapat juga jatuh di gurun, hutan, danau, atau daerah lain yang tidak berpenghuni.

Berdasarkan data Masyarakat Meteorit (Meteoritical Society), ada 34.513 meteorit (meteor yang masih tersisa saat jatuh di permukaan Bumi) yang tercatat sejak tahun 2.300 sebelum Masehi. Data tersebut bersumber dari temuan batu meteorit atau kawah yang tercipta akibat tumbukan meteor.

Gelombang kejut

Menurut Djamaluddin, ketika memasuki atmosfer Bumi, pada ketinggian 120 kilometer (km) dari muka Bumi, batuan antariksa tersebut mulai terbakar akibat bergesekan dengan partikel atmosfer. Pada saat itu, pecah tidaknya meteor sangat bergantung pada komposisinya. Batuan dengan kandungan logam yang tinggi akan lebih tahan dengan perubahan suhu yang terjadi hingga meteor tidak mudah pecah.

Pada ketinggian 20-30 km dari muka Bumi, gesekan dengan partikel udara yang makin rapat dan kecepatannya meteor yang semakin tinggi, menimbulkan gelombang kejut. Gelombang kejut inilah yang menghancurkan kaca-kaca jendela bangunan di Chelyabinsk, bukan akibat pecahan meteornya.

Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia memperkirakan kecepatan meteor di Chelyabinsk saat memasuki atmosfer Bumi minimal 54.000 kilometer per detik. Sementara itu, sejumlah sumber menyebut kecepatan meteor saat akan menghantam Bumi berkisar 20-30 km per detik atau 70.000-100.000 km per jam. Kecepatan yang jauh lebih besar dari kecepatan suara itu menimbulkan dentuman sonik yang terdengar seperti ledakan.

”Ledakan yang didengar masyarakat itu bukan suara meteor menghantam tanah, tapi akibat sonic boom (dentuman sonik) yang ditimbulkannya,” katanya.

Ia juga menambahkan, ”Munculnya korban dan kerusakan di Chelyabinsk bukan akibat langsung dari jatuhnya meteor, melainkan akibat dampak yang ditimbulkan saat meteor tersebut mendekati permukaan Bumi.”

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Video Pilihan Video Lainnya >

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com