Gegar mencatat, setelah 2004, bumi Nusantara terus dientak gempa dan dilanda tsunami. Walaupun kekuatannya tak sedahsyat 2004, korban tetap berjatuhan. Gempa berkekuatan 7,6 Mw membangkitkan tsunami di pesisir selatan Jawa Barat-Tengah pada tanggal 17 Juli 2006, menewaskan lebih dari 500 orang.
Pada 25 Oktober 2010 terjadi gempa di Mentawai berkekuatan 7,8 Mw, menewaskan hampir 1.000 orang. Dan, terakhir kejadian gempa kembar pada 11 April 2012 (8,6 Mw dan 8,2 Mw) yang terjadi di punggung samudra di selatan Simeulue. Gempa kali ini tidak menimbulkan tsunami besar, tetapi telah membuat kepanikan masyarakat pesisir Sumatera. ”Jelas bahwa
Lalu, apa yang salah? Kenapa kita tidak juga belajar?
Menurut Gegar, sederet gempa dan tsunami yang terjadi memang tak mendorong pemerintah serius mendanai penelitian di bidang ini. Padahal, hasil penelitian yang dilakukannya memperlihatkan bahwa setiap gempa dan tsunami di zona subduksi ini adalah unik dan kompleks.
Tanpa basis data yang komprehensif serta dapat dipercaya tentang kejadian gempa dan tsunami yang telah lalu sampai dengan yang terjadi akhir-akhir ini, beserta analisis ilmiahnya, upaya pengurangan risiko bencana dan mitigasi secara keseluruhan akan kehilangan dasar berpijak. ”Tanpa penelitian yang kuat, strategi mitigasi kita bisa salah arah,” katanya.
Sebaliknya, justru Singapura yang belakangan membangun Earth Observatory of Singapore (EOS) atau pusat penelitian kebumian dan merekrut Kerry Sieh sebagai salah satu peneliti utamanya. Selain meneliti gempa dan tsunami, EOS juga banyak mengkaji soal kegunungapian.
Pemerintah bukannya diam saja, terutama sejak dua gempa kembar pada April 2012, yang menampar kita, bahwa sistem mitigasi bencana yang dibangun ternyata begitu rapuh. Kekurangsiapan tersebut mendorong diadakannya evaluasi khusus yang dipimpin langsung oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dalam sidang kabinet terbatas di Bogor.
Dalam rapat terbatas itu, akhirnya diputuskan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) akan mengoordinasikan penyusunan rencana induk (masterplan) antisipasi ancaman tsunami 2012-2014. Dana yang disiapkan untuk masterplan itu mencapai Rp 16,7 triliun dan diharapkan selesai dikerjakan dalam lima tahun.
”Untuk tahun 2013, dana yang dianggarkan Rp 1 triliun, diprioritaskan di daerah paling rawan tsunami, yaitu sepanjang pantai barat Sumatera dan selatan Jawa, dan pantai selatan Bali-Nusa Tenggara,” kata Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho.