Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gempa Pembuka Mata Dunia

Kompas.com - 31/12/2012, 02:44 WIB

Oleh Ahmad Arif

Gempa dan tsunami pada 26 Desember 2004 telah menghancurkan Aceh. Zona subduksi yang dikira tak berbahaya ternyata mengirim gempa dan tsunami raksasa. Petaka itu membuka tabir baru ilmu pengetahuan. Akan tetapi, kita ternyata tidak belajar banyak. 

Sebelum gempa berkekuatan 9,2 Mw (atau sekitar 9,3 skala Richter) di Aceh pada 2004, para ahli geofisika dan geologi telah memetakan di jalur subduksi mana gempa besar dapat atau tidak dapat terjadi. Dan, jalur subduksi Aceh-Andaman yang bertipe oblique subduction zone atau zona subduksi melengkung adalah salah satu yang diyakini tidak akan menghasilkan gempa besar.

Tak mengherankan jika zona subduksi Aceh-Andaman ini tak diteliti. Apalagi, Aceh saat itu dibekap konflik berkepanjangan dan tak ramah bagi peneliti. Satu-satunya peneliti yang berada di sekitar zona ini adalah Kerry Sieh dari California Institute of Technology dan muridnya, ahli gempa dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Danny Hilman.

Kerry telah meneliti zona subduksi Sumatera sejak 1994. Namun, dia lebih banyak meneliti di kawasan zona subduksi Mentawai dan tak memperhitungkan ancaman dari zona Aceh-Andaman.

Pada 2003, Kerry bersama Danny selesai merekonstruksi riwayat gempa di segmen Mentawai. Mereka resah ketika menemukan megathrust yang sudah di ujung siklus. Namun, gempa dan tsunami ternyata terjadi di zona Aceh-Andaman, bukan di Mentawai. ”Tidak ada catatan sejarah yang bisa dibandingkan dengan gempa bumi Aceh-Andaman tahun 2004,” tulis Kerry dalam The Sunda Megathrust: Past, Present and Future (2007).

Membuka mata

Belum tiga bulan sejak gempa Aceh, pada 28 Maret 2005 gempa dengan kekuatan 8,5 Mw kembali mengguncang pesisir barat Sumatera bagian utara. Pusat gempa hanya berjarak sekitar 250 kilometer di sebelah selatan pusat gempa 26 Desember 2004, dan menimbulkan kerusakan hebat di Pulau Nias, Simeulue bagian selatan, Pulau Banyak dan Singkil.

”Kedua gempa dan tsunami ini merupakan titik balik dari studi gempa dan tsunami di daerah zona subduksi dan dampaknya di daerah pesisir secara internasional,” kata Gegar Prasetya, ahli tsunami dari Amalgamated Solution and Research (ASR).

Ahli paleotsunami dari LIPI, Eko Yulianto, mengatakan, setelah tsunami 2004 muncul keyakinan baru di kalangan ilmuwan, gempa besar dapat terjadi di semua jalur subduksi di seluruh dunia. Besaran gempa dan interval waktu perulangan yang dihasilkan oleh setiap jalur subduksi tergantung pada panjang jalur subduksinya. Untuk Indonesia, gempa besar ini berpeluang terjadi lagi di jalur subduksi sebelah barat Sumatera, jalur subduksi selatan Jawa hingga Nusa Tenggara, jalur subduksi utara Sulawesi dan utara Papua, serta jalur subduksi Maluku.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com