Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Evolusi Tak Terduga Bambu-bambu

Kompas.com - 28/10/2012, 05:43 WIB

Semprit-semprit bambu ditiup melengking-lengking, bersahutan memekakkan telinga, membangunkan semua indra. Lengkingan itu mengundang satu demi satu, sosok-sosok mendekat, muncul dari gelapnya malam.

Bahu mereka memikul topeng gendongan berbahan bambu yang penuh onak bak punggung landak, seperti mahkota enam makhluk khayalan yang berjalan kaku, mencucukkan galah bambu sepanjang lima meter ke langit.

Enam topeng gendongan itu ditaruh di enam sudut, membingkai arena yang kini sepi, hanya berisi onggokan enam ikat bambu yang ditaruh memencar. Galah-galah bambu bawaan enam makhluk tadi terpikul di bahu para pembawanya.

Mereka berlari seperti saling menyambut, saling berpapasan dan menghindar, sesekali ujung galah saling berantukan. Ketukan bilah bambu seorang ”shaman” terdengar lembut dari pinggir arena, debu-debu membubung, debu peperangan Kurusetra.

Di tangan enam pelakon Teater Studio, Dindin Saprudin, Suryadi Sali, Chandra Kudapawana, Akromudin Almachdzumy, Desi Indriyani, dan Femia Yamaniastuti, enam ”tulang daun” itu hidup. Mereka melingkar saling memunggungi, menyatukan enam rangka bambu itu menjadi kelopak bunga yang kuncup, pelan-pelan merekah, hingga akhirnya enam kelopak itu jatuh menghantam tanah.

Otong Durahim muncul ke arena, membawa sebongkok ikatan bambu, lalu mengikatkan enam ”pangkal daun” di bongkokan bambunya. Bak bintang laut bersudut enam, jari-jari enam ”daun” bersalin wujud. Otong berdiri di atasnya, Didin, Suryadi, Almachdzumy mengikatkan tali di ujung-ujung ”tulang daun”. Bambu-bambu kecil, masing-masing memiliki panjang sekitar lima meter, diselipkan di sela-sela ”tulang daun”, melenting-lenting ke angkasa seperti putik bunga yang ditiup angin. Antukan-antukan bambu itu menjadi musik panggung itu sendiri.

Evolusi

”Bionarasi Tubuh Terbelah (Emergency)” yang dihadirkan Teater Studio itu akan ditampilkan dalam Festival Tokyo (F/T12) di Ikebukuro West Exit Park pada 9-11 November. Kelompok teater yang dipimpin Nandang Aradea itu menjadi satu dari sebelas Emerging Artists Program F/T12. Sejak digelar pertama kali pada tahun 2009, F/T telah menghadirkan 609 pertunjukan yang melibatkan 2.555 pekerja seni pertunjukan dan ditonton tidak kurang dari 220.000 penonton.

Di tengah berbagai pertunjukan teater kontemporer, sutradara Nandang Aradea bersama Teater Studio menggarap pertunjukan di luar gedung teater yang menghadirkan bambu apus, aur, betung dalam seluruh pertunjukan itu. ”Bionarasi Tubuh Terbelah (Emergency)” digarap tanpa dialog ataupun narasi, dan menjadikan pengerjaan properti pertunjukan sebagai pertunjukan itu sendiri.

Berproses sejak Mei 2012, semua pelakunya mengikuti sejumlah lokakarya mempelajari segala sifat dan teknik penggarapan bambu bersama maestro bambu Jatnika Nanggamiharja di Bogor. Nandang bahkan mengajak para aktornya menginap semalaman di sebuah hutan bambu. Bentuk akhir pertunjukan gasing bambu yang lagi-lagi akan bersalin wujud menjadi sebuah ubur-ubur raksasa itu lahir dari perubahan, berbagai eksperimen, dan pengolahan selama proses kreatif mereka.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com