Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Sepotong Kayu Batik

Kompas.com - 25/10/2012, 01:19 WIB

Batik yang menggunakan media kayu dan bambu ini tentunya tidak digunakan sebagai bahan pakaian, tetapi untuk hiasan atau cendera mata, seperti halnya yang ditekuni oleh salah satu usaha kecil menengah milik Agus Sunardi di Desa Kadokan, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.

Agus Sunardi mengaku dalam mengembangkan usahanya ini sudah dilakukan sejak beberapa tahun lalu dengan mendapat binaan dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) dengan menfaatkan potongan-potongan kayu yang sudah tidak berguna.

Ia mengatakan bahwa LPPM UNS memberikan bantuan teknologi untuk pengeringan potongan-potongan kayu yang akan dibatik agar tidak mudah pecah.

"Jadi, dalam hal ini kami mendapat bimbingan dengan cara mengeringkan kayu lewat open agar tidak mudah pecah," katanya.

Potongan-potongan kayu setelah diopen dan kering baru dilakukan pembatikan seperti halnya dalam membatik pada kain. Bahan untuk pembuatan handycraft yang baik adalah kayu albasia, gembina (jati londo) dan bambu. "Bahan yang baik untuk dibatik jenis kayu yang tidak punya tekstur padat dan berwarna putih".

Potongan-potongan kayu yang telah dikeringkan itu lewat sentuhan seni dengan tangan-tangan terampil, ternyata bisa mendatangkan nilai tambah yang luar biasa dan bisa menggerakkan roda perekonomian masyarakat.

"Ya, Anda bisa bayangkan sendiri hanya dengan sepotong kayu itu tidak ada nilainya. Akan tetapi, setelah disentuh seni dan dengan tangan-tangan terampil dari kaum wanita di sini, bisa mendatangkan nilai tambah yang luar biasa. Barang-barang suvenir ini tidak hanya laku di pasar dalam negeri, tetapi juga diminati oleh konsumen di luar negeri," kata Agus.

Barang-barang suvenir yang dihasilkan itu berupa topeng, asbak rokok, patung-patung, wayang, kotak perhiasan, piring, mangkok, sandal, meja, kursi dan lamari, gitar, tempat tidur batik. "Barang-barang ini sudah banyak beredar di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bali, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, dan bahkan juga sudah melakukan ekspor meskipun lewat tangan kedua," katanya.

Agus mengatakan, untuk ekspor ini dengan negara tujuan ke Korea dan beberapa negara di Eropa, lewat eksportir di Bali. Untuk harga bervariasi dari Rp5.000,00 sampai Rp10 juta. Misalnya, gantungan kunci Rp5.000,00, lemari batik Rp4,5 juta, tempat tidur Rp10 juta, gitar Rp750 ribu, dan meja kursi satu stel Rp5 juta.

Ekspor yang dilakukan tersebut berupa kaca rias batik, tempat sabun batik, wayang kecil, dan lain-lain senilai Rp40 juta, dengan negara tujuan ke Korea dan ke Eropa berupa tempat bunga batik yang dibuat dari bahan bambu senilai Rp30 juta.

"Kami dalam menjalankan roda usaha ini melibatkan tenaga pembatik sebanyak 20 orang dengan penghasilan seluruhnya rata-rata per bulan mencapai Rp15 juta," kata Agus.

Kepala LPPM UNS Prof.Dr. Sunardi, M.S. mengatakan apa yang dilakukan ini merupakan pengabdian dari lembaga yang dipimpinan untuk masyarakat. Jadi, UNS dalam melakukan pembinaan tidak hanya di usaha handycraft milik Agus Sunardi, tetapi juga ada di berbagai tempat lainnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com