Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Profesor Tikus" dari Pinrang

Kompas.com - 05/10/2012, 16:27 WIB

Sebagian dari komponen bangkai itu disimpan Anas. Ia mengantisipasi kemungkinan ada pihak yang berminat meneliti hewan pengerat ini. ”Siapa tahu ada orang yang tertarik meneliti gigi dan rahang hewan pengerat itu,” katanya.

Irigasi memadai

Pola pertanian di desa Anas ditopang potensi pengairan dan irigasi yang memadai. Aliran air dari Bendung Benteng yang bersumber dari Sungai Saddang sepanjang tahun menyuplai persawahan di Pinrang dan Sidrap. Dua daerah ini dikenal sebagai lumbung beras Sulsel.

Atas ide ”gila” itu, Anas meraih predikat Petani Teladan 2008. Saat itu, ia diundang ke Istana Merdeka, Jakarta, untuk mengikuti Upacara Proklamasi Kemerdekaan RI. Sejak itu, ia kerap dijuluki ”profesor tikus” oleh warga setempat. Peneliti hama berdatangan menjadikan dia sebagai narasumber.

Awalnya Anas sempat dicemooh warga sebagai orang sinting. Sang istri, Hj Sakka (30), sampai ngambek dan minta dipulangkan ke rumah orangtuanya. Pasalnya, selain biaya untuk perangkap itu relatif mahal bagi petani, masih diperlukan pembuktian.

Anas mampu membuktikan, biaya sekitar Rp 30 juta yang dikeluarkan untuk perangkap itu bersifat investasi. Hanya sekali dibangun, selanjutnya bertahun-tahun dimanfaatkan dan terus dipetik hasilnya.

Sekali panen, Anas mampu meraup hasil penjualan gabah Rp 24 juta, dengan produksi 7 ton per hektar (ha). Harga gabah Rp 3.400 per kilogram (kg). Setelah dikurangi ongkos kerja dan sarana produksi (benih, pupuk, dan obat-obatan) Rp 5 juta, penghasilan bersih sekali panen Rp 18 juta.

Jika setahun panen tiga kali, berarti Anas meraih penghasilan sekitar Rp 54 juta per tahun. Itu baru dari 1 hektar lahan. Padahal, kini, Anas menggarap 3 hektar sawah—1 hektar miliknya sendiri dan 2 hektar punya kerabatnya. Bahkan, dengan menanam padi jenis hibrida, ia bisa panen sampai empat kali dalam masa 13 bulan. Penghasilannya bisa lebih dari Rp 100 juta setahun.

Sosok Anas mampu membalik anggapan umum terhadap petani selama ini. Untuk mengontrol tanaman padinya di sawah, Anas tak selalu berjalan kaki dengan memanggul pacul. Sesekali ia naik mobil Toyota Rush.

Hasil dari bertani menopang tekad keluarga itu untuk menyekolahkan dua anaknya hingga perguruan tinggi. Anas ingin kedua anaknya kelak menjadi petani modern. Anak sulungnya, Eka Pertiwi, kini duduk di SMK pertanian. Si bungsu, Eko Budiman, kelak diarahkan mengikuti kakaknya.

Anas pun menjadi ikon petani di daerahnya. Selain sebagai ketua kelompok tani nelayan andalan di daerah itu, seabrek peran lain juga ia lakukan, termasuk menjadi penyuluh swakarsa. Kisah sukses sebagai petani ia bagikan gratis kepada petani lain.


***

Anas Tika

• Lahir: Suppa, Pinrang, Sulawesi Selatan, 18 Desember 1972

• Pendidikan: SD-SMP di Cempa, Pinrang

• Istri: Hj Sakka (30)

• Anak: Eka Pertiwi, Eko Budiman

• Prestasi: Petani Teladan Tingkat Nasional 2008

• Aktivitas:
- Penyuluh swakarsa
- Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Kecamatan Cempa, Pinrang
- Ketua Gabungan Petani Pemakai Air Tanete, Cempa
- Ketua Kelompok Tani Tanete, Cempa

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com