Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/09/2012, 16:53 WIB

Pribadi dan keluarga yang dipenuhi dengan racun dendam akan dilumpuhkan dan dimatikan. Dendam atau sakit hati laksana virus. Para peneliti menemukan bahwa saat pasangan  memendam dendam dan menolak rekonsiliasi, stres yang dihasilkan konflik ini mengakibatkan tingkat terkena penyakit naik 35% lebih tinggi dari situasi normal.

Sebaliknya, hati yang sudah bersih (tanpa dendam) menunjukkan perbaikan menuju kesehatan yang luar biasa bagus. Dalam Spontaneous Healing, Andrew Weil, MD., menggambarkan para pasien yang menunjukkan berbagai gejala penyakit autoimunitas—termasuk rematik arthritis dan lupus, nyeri-nyeri dan kelelahan yang kronis— gejala-gejala tersebut menghilang saat para pasien itu jatuh cinta. Jadi  jika kasih/cinta “disuntikkan” kepada tubuh yang penuh penyakit, hasilnya positif: kesembuhan.

Masalahnya kalau sudah ada dendam, perlu upaya mediasi untuk rekonsiliasi.  Rekonsiliasi bukanlah sesuatu yang sifatnya sepihak tetapi “dihasilkan dari perilaku kedua belah pihak yang saling bisa diandalkan oleh satu sama lain.. Dalam kondisi ini konselor atau mediator sebagai pihak ketiga dibutuhkan.

Langkah Rekonsiliasi

Langkah pertama memperbaiki kerusakan di dalam hati kita adalah dengan perlu memahami secara objektif  situasi hubungan yang ada sekarang dan bagaimana sejarahnya.

Usahakanlah menemukan pemahaman, empati, dan belas kasih baik bagi diri Anda sendiri maupun bagi orang  yang melukai Anda.

Dan akhirnya, bangunlah iman, sebab iman dapat menenangkan pikiran kita mengatasi segala keyakinan lainnya, mematikan semua penalaran tidak produktif yang seringkali mengerami pikiran kita.

Jika ada satu orang saja di dalam keluarga memutuskan mau berdamai dengan sungguh maka keluarga itu akan bisa membuat perubahan besar dari keadaan yang penuh kemarahan menjadi saling membangun. Namun sesudah mereka berusaha keras memperbaiki hubungan yang rusak, dan tidak berhasil, ada baiknya untuk menemukan keluarga angkat. Menemukan orang-orang di luar keluarga, yang menerima dan mencintai Anda, bukan hanya bisa mendatangkan pemulihan tetapi juga bisa benar-benar mengubah kehidupan.

Dua Aspek Pengampunan

Ada dua aspek pengampunan yang diharapkan terwujud dalam rekonsiliasi

1. Pengampunan emosional.  Ini berkembang saat perasaan buruk korban yang penuh kepahitan, kemarahan dan kebencian pelan-pelan berkembang menjadi berbela rasa (empati), simpati, berbelas kasih dan bahkan memperhatikan orang yang melukai.

2. Pengampunan perilaku. Ini mengalir keluar dari perasaan-perasaan serta keputusan internal (di dalam diri seseorang). Bahkan korban yang masih terluka karena dikhianati memilih melakukan tindakan penuh kebaikan dan kemurahan hati. Dia menawarkan maaf dan kasih saat masih ada kebencian.

Bagaimana dengan pelaku yang sama sekali tidak menyesal dan terus-menerus melukai korbannya? Meski kitab suci meminta kita untuk mengampuni, tetapi kita juga diingatkan untuk menjalankan keterbukaan, keadilan dan keberanian untuk mengonfrontasi kejahatan. Kita perlu menyadarkan dan membukakan sifat-sifat anggota keluarga kita yang licik dan jahat.

Pengampunan yang meminimalkan hutang moral dan materi yang dilakukan oleh pelaku bisa mengundang tindak aniaya yang lebih parah. Pengampunan yang dipaksakan juga akan mendatangkan kesusahan yang lebih besar baik bagi pelaku maupun bagi korbannya.

Rumus Pengampunan

Pada akhirnya, ada delapan poin penting agar pengampunan terjadi ;

1.  Pentingnya mengakui kesalahan. Setiap anggota keluarga yang salah dibimbing dan dituntut mengakui kesalahannya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com