Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bulan Sabit, Antara Sains dan Simbol

Kompas.com - 15/08/2012, 14:33 WIB

Kalaupun terlihat bintang, itu akan berada di dekat Bulan, bukan di lingkaran Bulan.

Penggambaran bulan sabit telentang dapat ditemukan di sejumlah masjid lama atau lambang Partai Masyumi di masa Orde Lama. Namun, bentuknya tidak sesuai kondisi sebenarnya.

Penggambaran bentuk bulan sabit yang benar ada di relief Candi Borobudur. Relief bulan sabit separuh lingkaran dan telentang terletak di tingkat empat sisi utara Candi Borobudur.

”Bahasa simbol tidak selalu sejalan dengan sains. Tidak berarti itu salah. Simbol dibuat tidak selalu berdasarkan realitas di alam,” kata Judhistira.

Hal senada diungkapkan Guru Besar Sejarah Kebudayaan Arab, Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Sukron Kamil. ”Bulan sabit itu soal identitas, harus dibedakan dengan realitas,” ujarnya.

Bulan sabit sebagai simbol Islam mulai digunakan pada masa Abdul Malik bin Marwan yang meletakkan simbol bulan sabit pada kubah Masjid Al Aqsa di abad ke-7 Masehi. Kubah yang dinamai Kubah As Sakhra ini berupa kubah batu, bukan yang ada di Masjid Al Aqsa saat ini.

Simbol ini juga digunakan sebagai lambang pasukan Islam yang dipimpin Shalahuddin Al Ayyubi dalam perang salib pada abad ke-12. Di era modern, simbol ini digunakan di masa Usmaniyah atau Ottoman di Turki pada abad ke-18.

Sejak itu, simbol bulan sabit menyebar sebagai identitas kultural Islam ke seluruh dunia. Ia banyak dijadikan lambang negara Islam atau berpenduduk Muslim, seperti Singapura, Malaysia, Brunei, Turki, Pakistan, Aljazair, Tunisia, Turkmenistan, Uzbekistan, dan Azerbaijan.

Simbol ini juga digunakan untuk lambang yang tak terkait Islam, seperti simbol kota Sintra di Portugal, Tranow di Polandia, Portsmouth di Inggris.

Menurut Sukron, simbol dipakai berdasarkan kesepakatan atau konvensi semata. Antara tanda dan makna yang dikandung biasanya memiliki hubungan logis. ”Yang penting dalam simbol bulan sabit bukan posisi atau bentuk bulan sabit, tapi maknanya,” kata Sukron.

Penggunaan bulan sabit sebagai penanda masjid di Indonesia, kata Sukron, berlangsung setelah kemerdekaan dan makin masif sesudah reformasi. Hal ini seiring maraknya penggunaan kubah sebagai atap masjid.

Masjid asli Nusantara umumnya menggunakan atap berundak dengan ujung atas berupa tiang mirip tusuk sate di atas Gedung Sate, Bandung, atau berupa mustaka beraneka bentuk.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com