Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mereka Nelangsa demi Badak Jawa

Kompas.com - 19/06/2012, 18:33 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

PANDEGLANG, KOMPAS.com - Program Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA) atau Jarischa untuk mendukung konservasi Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) lewat pemagaran menyisakan pedih bagi masyarakat sekitar Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK).

Beberapa anggota masyarakat kampung Legon Pakis, Desa Ujung Jaya, kehilangan ladang untuk bertani. Mereka nelangsa, kehilangan ladang tempat mencari nafkah, merasa ditipu, berada dalam ketakutan dan tak mampu melawan.

Jahadi misalnya, harus kehilangan lahan seluas setengah hektar akibat program JRSCA. Lahannya berada di dalam wilayah yang dipagari, 500 meter dari jalur yang "membelah" TNUK. Saat ini, ia menjadi buruh tani dengan sistem bagi hasil. Penghasilannya berkurang drastis.

"Ya, sekarang menurun. Sekarang ini kalau panen cuma sepuluh karung, lima kuintal. Kalau dulu dapat lima belas karung," katanya saat ditemui Kompas.com dalam trip bersama WWF Indonesia ke Ujung Kulon, Sabtu (16/6/2012).

Untuk kebutuhan bulanan, Jahadi mengatakan, ia hanya bisa mengandalkan uang hasil buruh membantu pembangunan rumah dan serabutan lainnya. Ia harus menghidupi 3 anak yang salah satunya sudah lulus Sekolah dasar dan harus masuk tahap pendidikan menengah.

Pengalaman yang sama juga dialami Sanaji. Pria berusia 31 tahun dan beranak satu ini tadinya bisa dikatakan mandiri, memiliki lahan bertani sendiri. Setelah kehilangan lahan, ia harus berbagi hasil mengelola lahan milik orang tuanya.

"Ladang saya seperempat hektar. Cuma itu saja ladang saya. Sekarang saya maro (bagi hasil) dengan orangtua. Lahannya di Sabrang (tak jauh dari Legon Pakis)," papar Sanaji yang kini mengaku bingung mencari nafkah.

Lemah, ditipu dan pasrah

Yang menyesakkan, Jahadi dan Sanaji mengaku ditipu oleh pihak pengembangan proyek JRSCA. pada saat yang sama. Mereka merasa lemah, takut mengadu dan hanya bisa pasrah menerima nasib.

Jahadi bercerita bahwa program JRSCA tidak pernah disosialisasikan pada masyarakat dengan baik. Ladang tempat Jahadi mencari nafkah diambil secara sepihak oleh taman nasional dan tidak diberikan ganti rugi.

"Hanya ada uang kadeudeuh (uang kasihan), 1,5 juta. Mau lahannya berapa saja tetap dapatnya 1,5 juta," tutur Jahadi yang mengaku bahwa uang tersebut sudah habis untuk membiayai kebutuhan rumah tangganya.

Uang kadeudeuh diberikan pada saat bulan puasa, menjelang Lebaran tahun lalu. Masyarakat diberi selembar kertas formulir dan diminta membubuhkan tanda tangan. Jahadi mengaku tak membaca tulisan pada kertas itu karena kemampuan membacanya terbatas.

"Saya tidak baca. saya pikir itu uang pemberian," kata Jahadi. Ternyata, Jahadi akhirnya mengetahui bahwa uang tersebut diberikan agar ia dan masyarakat setempat merelakan ladangnya diambil untuk proyek.

Jahadi masih "beruntung" sebab mendapat uang. Sanaji tak menerima uang sepeser pun. "Saya tidak terima uang. Saya tahu yang lainnya diundang, tapi tidak tahu kenapa saya tidak. Kenapa dibedakan," jelas Sanaji.

Kehilangan lahan tempat mencari uang tanpa ganti rugi, Jahadi dan Sanaji tak berani untuk mempertanyakan. Ada trauma masa lalu yang membuat mereka takut melakukan perlawanan ataupun sekedar mempertanyakan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com