Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gergasi, Tsunami dari Samudera Hindia

Kompas.com - 15/06/2012, 11:07 WIB

”Bisa jadi memang tsunami pernah melanda Barus,” kata Wibisono. Apalagi, dia menemukan, ada perpindahan masyarakat Barus pada masa lalu ke arah bukit. Temuan yang berusia lebih muda, sekitar abad ke-14, kebanyakan ada di sekitar Bukit Hasang.

Jejak tsunami ini pula yang kami temukan saat melihat lokasi penemuan peninggalan arkeologi di Lobu Tua. Hamparan pasir laut memenuhi kebun kopi dan kelapa, sejarak 2 kilometer dari laut. Kawasan ini pernah digali oleh arkeolog dari EFEO Perancis dan Puslit Arkenas.

Jauh dari pantai

Sebelum kedatangan kolonial Barat, permukiman pribumi di pantai barat Sumatera kebanyakan menjauh dari laut. Misalnya, Kota Padang di Sumatera Barat. ”Dulu, kota-kota di pantai barat Sumatera ada di hulu-hulu sungai, tidak di tepi pantai,” kata arsitek dan ahli tata kota dari Universitas Bung Hatta Padang, Eko Alvares.

Dia mencontohkan, Kota Padang dalam peta Belanda yang dibuat tahun 1781 menunjukkan, lokasi permukiman pribumi berada di sisi selatan Batang Arau di kaki Gunung Padang (Apenberg). Permukiman itu berjarak 1-2 kilometer menjauh dari pantai. Baru setelah kedatangan Belanda, lambat laun permukiman mendekati pantai.

Dalam pengantar buku Witnesses to Sumatra: A Travellers’ Anthology (1995), sejarawan Australian National University, Anthony Reid juga menyebutkan bahwa jantung peradaban Pulau Sumatera sebenarnya ada di pedalaman di sepanjang Bukit Barisan. Masyarakat pribumi Sumatera hanya mendekati pantai untuk berdagang.

Berbagai keping informasi ini semakin menguatkan tentang jejak tsunami yang barangkali berperan besar dalam evolusi bandar-bandar besar di pantai barat Sumatera pada masa lalu.

Bayangan tsunami pula yang saat ini menghantui Kota Padang dan Bengkulu, dua bandar terbesar di pantai barat Sumatera. Belajar dari sejarah, masa depan dua kota ini tergantung dari kesiapsiagaan dalam menghadapi ancaman gergasi atau raksasa dari laut.

(Prasetyo Eko P/Ingki Rinaldi)

Ikuti perjalanan Ekspedisi Cincin Api Kompas di http://www.cincinapi.com

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Video Pilihan Video Lainnya >

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com