Sejatinya, penguasaan negara terhadap sumber daya air mewajibkan negara dapat memastikan bahwa rakyat harus mendapatkan akses atas sumber daya airnya. Sayangnya, sampai saat ini pemerintah hanya mampu menyediakan 15 persen air bersih bagi rakyatnya, 85 persen selebihnya rakyat harus berusaha sendiri untuk mendapatkannya.
Amanah konstitusi secara jelas dan tegas menempatkan air sebagai hak rakyat dan kewajiban bagi pengelola negara untuk memenuhinya. Karena berbasiskan pada hak rakyat, seharusnya air tak dapat dikomersialkan. Pengelola negara wajib berperan untuk memastikan sumber daya air bersih dapat diakses oleh rakyat.
Hak menguasai negara—dalam hal ini sebagaimana yang termaktub dalam konstitusi Pasal 33—seharusnya ada di bawah kontrol rakyat. Salah satunya dengan membangun kelembagaan berbasis warga, seperti petani dan masyarakat sungai, untuk memastikan rakyat sebagai pengambil keputusan atas pengelolaan sumber daya airnya. Selama ini, hak menguasai negara dipelintir oleh pemerintah dengan mendelegasikan peran-perannya kepada korporasi.
Negara juga harus mengambil peran penting untuk memastikan jaminan perlindungan dan memastikan lingkungan hidup yang rusak dapat dipulihkan. Dengan begitu sumber-sumber air dapat kembali dikuasai dan dikonsumsi oleh rakyat.
Atas dasar itu, warga negara dapat kembali menggugat hak atas air sebagai kewajiban konstitusi yang harus dijalankan oleh pengelola negara. Sebab, air tidak hanya untuk hidup, tetapi kehidupan itu sendiri.