KENDARI, KOMPAS.com - Kondisi terumbu karang di pesisir Provinsi Sulawesi Tenggara saat ini sekitar 40 persen rusak, dari total seluas 396.915 hektare.
"Kerusakan terumbu karang sudah memprihatinkan," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sultra Abd Salam yang dihubungi di Kendari, Minggu (11/12/2011).
Ia mengatakan terumbu karang yang mengalami kerusakan tersebut tersebar di wilayah pesisir laut Kabupaten Muna, Konawe Selatan, Bombana, Buton Utara dan Kabupaten Buton.
"Penyebab utama dari kerusakan terumbu karang yang membentang pada garis pantai sepanjang 1.740 kilometer itu, adalah aktivitas para nelayan yang menangkap ikan menggunakan bahan peledak dan racun potasium sianida," katanya.
Menurut Salam, pengunaan bahan peledak dan racun sianida dalam menangkap ikan di daerah ini, karena rendahnya kesadaran dan pemahaman warga setempat tentang pentingnya menjaga kelesatarian lingkungan laut.
"Kita masih kesulitan mengamankan aktivitas para nelayan yang menangkap ikan menggunakan bahan peledak dan racun potasium tersebut, karena kapal patroli yang dimiliki Dinas Kelautan dan Perikanan untuk melakukan pengawasan, masih sangat terbatas," katanya.
Idealnya, luas wilayah pesisir pantai Sultra 396.915 hektare yang membentang pada garis pantai 1.740 kilometer, dijaga minimal 40 kapal patroli.
Namun DKP Sultra hanya memiliki tiga kapal patrol yang konidisinya juga sudah berumur tua dan kecepatannya kalah cepat dibandingkan dengan kapal nelayan penangkap ikan secara ilegal.
"Selain aktivitas penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan itu, kerusakan terumbu karang juga karena masih adanya sebagian warga pesisir yang menggunakan batu karang sebagai bahan bangunan atau timbunan," katanya.
Ia mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir ini, pihaknya menjalin kerjasama dengan Coral Reef Management and Rehabilitation Programme (COREMAP), merehabilitasi terumbu karang dan padang lamun yang mengalami kerusakan cukup parah.