Cotteau dan rombongan awalnya hanya menemukan alam gersang sebagaimana dilaporkan Verbeek. "Vegetasi menakjubkan yang dulu sering dikagumi tidak tersisa. Yang terlihat hanyalah onggokan tonggak pohon, yang memutih dan kering, di tengah hamparan daratan gersang."
Namun, Cotteau yang berjalan sendirian ke arah selatan dari tempat pendaratan menemukan sesuatu yang mengubah persepsinya. Di antara hamparan pasir yang panas, dia melihat sesosok makhluk kecil yang bergairah. "Laba-laba kecil itu sibuk membuat jaring di atas pasir!" seru Cotteau.
Laba-laba itu seperti menenun jaring kehidupan di atas lapisan pertama tabula rasa. Dengan tekun, artropoda (binatang beruas) ini menebar jaring untuk mencari makan.
Pemandangan itu membuat Cotteau optimistis bahwa kehidupan baru kembali hadir di tabula rasa Rakata. "Sangat penting, menyaksikan langkah demi langkah kehidupan baru hadir di tanah ini. Berkat kehangatan matahari tropis dan hujan yang berlimpah, tanaman hijau subur akan kembali pulih," sebut Cotteau.
Optimisme Cotteau terbukti. Kehidupan kembali pulih di Krakatau. "Laba-laba adalah binatang yang sangat pantropis, tersebar di mana-mana. Anak laba-laba, yang halus seperti debu, dengan mudah diterbangkan angin lalu diterjunkan ke pulau ini," ujar Tukirin menjelaskan.
Penelitian Ian Thornton di Anak Krakatau menguatkan temuan Cotteau. Dalam bukunya, Island Colonization, 2007, Thornton menyebutkan, organisme pertama yang membangkitkan kehidupan di tabula rasa Krakatau ternyata bukanlah tanaman. Dalam sistem rantai makanan klasik, kehidupan berawal dari tanaman atau produsen, baru kemudian diikuti herbivora (spesies pemakan tumbuhan) lalu karnivora (spesies pemakan hewan). Adalah artropoda (termasuk laba-laba) penerjung payung dari luar area yang menjadi sumber energi utama pembangkit kehidupan itu.
"Di area kosong Anak Krakatau, yang tertutup sempurna abu dan lava, kami menemukan sekelompok serangga penerjun payung, sama dengan yang ditemukan di Gunung St Helens dan Hawaii setelah letusan," tulis Ian Thornton, yang pernah meneliti Krakatau bersama Tukirin.
Tahun 1985, Thornton memasang jaring 1,5 meter di atas aliran lava yang mengering. Dalam 10 hari dia berhasil mengumpulkan 70 spesies artropoda, meliputi laba-laba, lalat, dan berbagai jenis serangga lainnya. Dua puluh individu dikumpulkan per meter persegi dalam sehari. Diperkirakan sedikitnya setengah juta serangga tiba di area seluas 2,34 kilometer persegi di Anak Krakatau dalam kurun 10 hari.
Namun, kehidupan laba-laba di pulau itu hanyalah sesaat. Di pulau yang kosong tak ada mangsa untuk dijerat. "Laba-laba tidak dapat bertahan hidup lama di sana. Dia segera mati. Namun, kematiannya sangat berharga bagi Krakatau. Tubuhnya terurai menjadi materi organik yang nantinya diserap tumbuhan yang datang berikutnya," kata Tukirin.(Tim Penulis: Ahmad Arif, Indira Permanasari, Yulvianus Harjono, C Anto Saptowalyono)
Ikuti perkembangan Ekspedisi Cincin Api di: www.cincinapi.com atau melalui Facebook: ekspedisikompas atau Twitter @ekspedisikompas
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.