Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Enggano Diusulkan Menjadi Pulau Konservasi

Kompas.com - 29/11/2011, 08:17 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

BENGKULU, KOMPAS.com - Masyarakat adat Kepulauan Enggano Kecamatan Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu, meminta pemerintah menetapkan pulau itu sebagai pulau konservasi agar terlindung dari berbagai ancaman eksploitasi.

"Kami meminta pemerintah menjadikan pulau ini sebagai pulau konservasi dan menjadikan enam desa di pulau ini sebagai desa konservasi," kata Koordinator Kepala Suku Enggano Iskandar Zulkarnain Kauno di Bengkulu, Senin (28/11/2011).

Ia mengatakan, hal tersebut merupakan salah satu langkah adaptasi perubahan iklim yang mengancam keberadaan pulau terluar seluas 40 ribu meter persegi itu.

Pembangunan desa konsevasi untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim menurutnya mutlak dilakukan dengan menghentikan segala bentuk eksploitasi yang bisa merusak kelestarian pulau terluar itu.

Masyarakat adat Pulau Enggano, kata dia, juga sudah sepakat menolak pembukaan perkebunan skala besar di daerah itu karena akan mengancam ketersediaan air bersih bagi warga enam desa di pulau itu.

"Kami (juga) menolak penambahan keluarga baru atau transmigran karena otomatis akan membutuhkan lahan baru yang mengorbankan kawasan hutan," tambahnya.

Iskandar mengatakan, keberadaan hutan dan terumbu karang menjadi penopang utama keberlangsungan Pulau Enggano. Untuk itu, ia mengharapkan adanya model desa konservasi di enam desa di pulau tersebut, yakni Desa Kahyapu, Kaana, Apoho, Meok, Malakoni dan Banjarsari.

"Kami memiliki aturan dan hukum adat yang masih diterapkan untuk menjaga kelestarian Enggano, kami minta pemerintah daerah mengakui itu seperti hukum positif," tambahnya.

Ia mencontohkan, pembagian lahan untuk setiap kepala keluarga sudah diatur secara hukum adat dan proses pembukaan lahan juga mengacu pada konsep kearifan lokal yang menjamin keberlangsungan ekosistim Pulau Enggano.

Masing-masing kepala keluarga tidak bisa mengolah lahan lebih dari dua hektare karena pulau ini terbatas lahannya.Selain itu, berdasarkan hukum adat setempat, masyarakat juga dilarang membuka kawasan di sempadan sungai hingga 200 meter karena akan merusak daerah aliran sungai.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau