Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ancaman Tsunami dari Gunung Api

Kompas.com - 21/11/2011, 08:25 WIB

Anak Krakatau

Walaupun masih jadi kontroversi, tsunami yang menerjang pasca-letusan Krakatau telah disepakati sebagai faktor pembunuh terbesar saat gunung ini meletus pada tahun 1883 dan menewaskan 36.000 jiwa. Melihat dinamika ini, tsunami merupakan faktor penting yang harus dilihat dalam memitigasi Anak Krakatau yang saat ini tumbuh cepat dan membentuk tubuh gunung menyerupai leluhurnya, Krakatau.

Anak Krakatau tumbuh di tengah bekas letusan Krakatau, 1883. Pada tahun 2008, diameter Anak Krakatau telah mencapai 4 kilometer dengan ketinggian 273 meter. Gegar pernah membuat simulasi letusan dan tsunami dengan skenario runtuhnya tubuh gunung guna melihat potensi terjadinya tsunami berdasarkan diameter dan ketinggian gunung saat itu.

Lewat simulasi itu, dalam waktu 45 menit sebagian besar gelombang telah mencapai pesisir di sekitar Selat Sunda dan masuk ke Laut Jawa. Gelombang paling tinggi sekitar 9 meter menimpa Ujung Kulon. Sementara di sepanjang Anyer, Carita, dan Labuan, ketinggian gelombang 4 meter hingga 7 meter. Gelombang pertama yang mencapai lokasi-lokasi tersebut dalam waktu 28-60 menit. Di pesisir Sumatera, ketinggian gelombang 1,5 meter hingga 4 meter dan gelombang pertama yang mencapai pantai dalam waktu 18-66 menit.

Dalam simulasi itu terlihat betapa ketinggian gelombang dan waktu tempuhnya, terutama di barat Jawa, berpotensi menghancurkan dan menelan korban jiwa. Mitigasi terhadap tsunami bagi penduduk di pesisir pantai sekitar Selat Sunda menjadi keharusan. Apalagi daerah-daerah tersebut kini padat permukiman dan kegiatan perekonomian warga.

Menurut Gegar, dalam sejarahnya, Gunung Krakatau kemungkinan sudah beberapa kali menimbulkan tsunami saat meletus. Catatan pujanngga Jawa, Rongowarsito, juga menyebutkan, sekitar tahun 416, Krakatau purba meletus hebat dan mengirim tsunami hingga jauh ke pedalaman Lampung dan Pulau Jawa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Video Pilihan Video Lainnya >

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com