Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aura Sihir Aurora Borealis

Kompas.com - 20/10/2011, 11:42 WIB

KOMPAS.com - Novelis Nicholson Baker pernah berkata, “Sesuatu yang indah tidak mungkin sesuatu yang minor.” Sekecil apa pun peristiwa dalam hidup, bisa menjadi indah dan berdampak besar jika kita bisa menghargainya.

Detil kristal salju yang super kecil jatuh dari langit ke telapak tangan dengan bentuk heksagonal yang simetris. Salju bisa memukau kita hingga terpaku sekian lamanya sampai ia meleleh menjadi air dingin meresap ke pori.

Atau, longsor debu salju yang menderu berjatuhan dari langit dan pohon pinus. Longsor hanya karena sensitivitas alam terhadap gema suara motor ski atau tawa manusia saat berjalan menembus hutan.

Sensasi menjatuhkan diri ke salju yang dalam dan empuk lalu mengepakkan kedua lengan dan kaki hingga membentuk malaikat salju. Sampai sekedar iseng menempelkan lidah ke batangan es yang membeku di tepi atap pondok musim dingin.

Itulah beberapa hal kecil yang menjadi besar dan membahagiakan dalam kelanjutan perjalanan saya ke Lapland, Finlandia, di Lingkar Kutub Utara. Namun kutipan di atas paling mengena untuk pengalaman satu ini.

Ketika untuk pertama kalinya saya menyaksikan dengan mata telanjang dan mulut menganga. Menatap keanggunan dan keagungan tarian pijaran hijau cahaya utara atau Aurora Borealis.

Ia menyala-nyala membakar dan memecut malam yang kelam di tengah padang salju Lapland. Aurora Borealis tentunya indah dan pastinya tidak mungkin sesuatu yang minor.

Siapa itu Aurora?

Secara ilmiah, Aurora Borealis tercipta akibat gesekan medan magnetik bumi dengan partikel bermuatan listrik dari angin matahari di level atmosfer yang tinggi seperti ionosfer dan thermosfer. Fenomena ini hanya terjadi di daerah penghujung utara bumi seperti Kutub Utara, Eropa Utara dan Amerika Utara.

Sementara cahaya selatan hanya terjadi di daerah Antartika atau Kutub Selatan. Di Lapland, penampakan Aurora Borealis ini bisa terlampau sering yaitu hingga 200 kali dalam setahun. Maka tak heran bagi penduduk lokal, kejadian alam ini sudah seperti hujan turun di Bogor pada musim kemarau.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau