Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bebatuan yang Berkisah

Kompas.com - 12/10/2011, 12:03 WIB
Ahmad Arif,
Amir Sodikin,
Indira Permanasari S

Tim Redaksi

Benua raksasa ini terpecah dan mengapung saat mencairnya zaman es dan terbawa hingga ke Sumatera. Batuan itu berwarna hitam, berbentuk pipih, dan berlapis-lapis, dengan noda-noda berwarna kuning. "Batuan ini juga sering disebut sebagai batu sabak yang dipakai untuk buku tulis di masa lalu. Bentuknya pipih dan warnanya hitam. Batu sejenis bisa ditemukan di sekitar Pegunungan Himalaya," kata Indyo.

Letusan Toba, menurut Indyo, sangat kuat dan unik. "Di gunung-gunung lain tak pernah dilihat batuan dasar yang terbongkar akibat letusan. Bahkan letusan Gunung Tambora, yang terkuat di dunia modern, tak pernah ditemukan batuan dasarnya," katanya.

Supervolcano Toba memang gunung super, yang letusannya berdampak global, bahkan dipercaya telah mengubah perjalanan manusia modern (Homo sapiens).  Saat Toba meletus, spesies homo sapiens yang menjadi nenek moyang manusia modern nyaris punah. Migrasi terhenti dan mereka terisolasi di suatu tempat di Afrika, seperti yang terekam dalam kemiripan genetika manusia modern di seluruh penjuru dunia.

Inilah periode population bottlenecks yang mengundang tanda tanya para ahli selama puluhan tahun, yang belakangan sering dihubungkan dengan letusan Gunung Toba. Dengan riwayat yang sedemikian hebat ini, sebagian besar masyarakat di nusantara mengenal Danau Toba lebih karena keindahannya semata dan kekayaan budaya masyarakat yang mendiaminya.

Para pemangku kepentingan, pemandu wisata, para turis asing, bahkan warga yang bertahun-tahun mendiami Kaldera Toba kebanyakan tak paham bahwa di balik keindahan Toba terdapat sejarah mahapenting tentang letusan Supervolcano Toba, yang letusannya telah mengubah dunia.

Kebanyakan warga Samosir tidak mengetahui bahwa daratan yang mereka diami dulunya merupakan dasar danau yang terbentuk dari proses vulkano-tektonik sangat dahsyat. Ifi D Sitanggang (25), warga Samosir, mengatakan, kebanyakan warga memahami Pulau Samosir maupun Danau Toba dari mitos dan dongeng yang dikisahkan orang tua.

Nurlela (40) juga tinggal berpuluh tahun dan hidup dari Kaldera Toba. Perempuan asli Tomok ini sehari-hari berdagang ikan pora-pora, ikan kecil yang banyak terdapat di danau ini. Sedangkan, suaminya bertani. Bagi  Nurlela, air  Danau Toba, batuan, dan tanah Samosir sebatas tempat mencari penghidupan.

Tak pernah terlintas dalam benak Nurlela betapa dahulu di tempatnya hidup itu pernah berdiri gunung yang letusannya mengubah dunia.


Lihat Ekspedisi Cincin Api Kompas - Toba di peta yang lebih besar

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Video Pilihan Video Lainnya >

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com