Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kandang" Ironi di Ujung Kulon

Kompas.com - 28/07/2011, 04:38 WIB

Yayasan Badak Indonesia (Yabi) yang mendapat dana senilai Rp 6 miliar dari International Rhino Foundation (IRF) untuk mengerjakan JRSCA, berdalih badak jawa harus diselamatkan sesegera mungkin. Ini didasarkan dari pengamatan kamera Balai TNUK di Semenanjung Ujung Kulon yang hanya mendapatkan 19 ekor badak dan hanya tiga di antaranya betina.

Kekhawatiran lain, di tahun 2010 ditemukan tiga pejantan muda badak jawa mati. Kematian dua badak bukan karena perburuan karena cula ditemukan utuh. Kematian satu badak lain belum dipastikan penyebabnya karena tulang-belulangnya ditemukan tidak lengkap.

Ada dugaan, kematian pejantan muda ini akibat bertarung memperebutkan badak betina. Analisa lain, badak jawa itu mati karena penyakit.

Pengalaman pahit Malaysia (2003) yang kehilangan lima ekor alias semua badak sumatera karena penyakit tripanosoma (parasit darah), turut menghantui pemerhati badak. Penyakit yang ditularkan lalat pengisap darah ternak sapi dan kerbau tersebut bisa terjadi pada badak jawa.

Alasan lain, badak kalah dalam memperebutkan makanan dengan banteng jawa (Bos javanicus) yang jumlahnya mencapai 600 ekor. Ini ditambah penyebaran langkap (palem-paleman) serta suksesi hutan dari sekunder menjadi primer.

Badak jawa yang bertipe browser (memakan pucuk daun), tidak seperti badak india/afrika yang mengonsumsi rumput, kesulitan meraih dedaunan di ranting yang tinggi. Berangkat dari kekhawatiran ini, JRSCA disusun dengan meniru Sumatera Rhino Sanctuary (SRS) di Way Kambas, Lampung.

Meski meniru, JRSCA berukuran jauh lebih besar, yakni 3.000-4.000 hektar. Ini demi memenuhi areal kekuasaan seekor badak yang mencapai lebih dari 100 hektar. Langkap di ”kandang” diganti dengan tanaman pakan baru. Mereka berharap bisa meneliti dan menemukan solusi peningkatan kemampuan reproduksinya.

WWF Indonesia yang sejak 1962 bekerja di TNUK, mengusulkan luas JRSCA hanya dalam skala ratusan hektar di bagian selatan TNUK, tanpa membagi kesatuan lansekap Ujung Kulon. Dengan demikian, pembuatan JRSCA tidak terlalu mengganggu lalu lintas fauna.

Yang tak boleh dilupakan, pembangunan JRSCA sebaiknya dilakukan ketika lokasi habitat kedua telah siap. Padahal, lokasi itu kini belum ditemukan. Ini agar badak JRSCA tak telanjur jinak saat dilepasliarkan di tempat baru.

Habitat kedua sebagai lokasi baru atau cadangan tempat hidup badak jawa juga merupakan upaya mengantisipasi serangan penyakit pada badak.

Penyelamatan badak jawa selayaknya menjadi prioritas konservasi di Indonesia. Namun, jangan karena terburu-buru, mumpung mendapatkan bantuan asing, kita menabrak semua kaidah ekologi, prosedur hukum, dan sosial masyarakat. Dengan cara yang benar, baik, dan arif, mari bergandeng tangan menyelamatkan badak jawa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com