Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bambang, dari Pengelola Hotel Jadi Petani Kopi

Kompas.com - 20/06/2011, 07:38 WIB

Cara pengerjaan ini memang terbilang repot, dan butuh ketelatenan. Oleh karena itu, ia menyebutkan, mungkin ini menjadi alasan dari petani yang juga ikut dikirim bersama dengan dia, tidak menerapkannya. Sekarang banyak yang tertarik ikut melakukan proses ini, setelah melihat harga yang didapat lumayan besar.

"Kalau sekarang ini dengan didampingi Puslit (Kopi dan Kakao), terus ada BI (Bank Indonesia), terus semuanya komponen ada. Rupanya kita jadi tahu pasarnya. Jadi lewat eksportir, kita sudah tahu harganya dan jelas pasarnya," ungkapnya.

Sekarang memang sudah dibangun kluster kopi di Bondowoso, oleh sejumlah pihak seperti Pemerintah Daerah Kabupaten Bondosowoso, Bank Indonesia, Bank Jatim, ADN Perhutani, eksportir, serta APEKI, untuk mengembangkan produk.

Saat ini, ia pun mempunyai lima pekerja dalam mengolah kopi bubuknya, dan mengelola kebunnya yang seluas dua hektar. "Jadi sebelum dikemas, kita perlu uji dulu cita rasa dan timbangannya," tuturnya, yang merupakan bagian dari pekerjaannya selain mengawasi kebun dan pengolahan.

Pada tahun 2007 , produk kopi bubuk Rajawali, baik arabika dan robusta, dipasarkan ke Sumatera, termasuk Jakarta, Semarang, dan Malang. Namun, pemasaran ke kota-kota tersebut masih kecil, dengan 10-20 kilogram per bulannya. Awalnya pemasaran ke kota-kota tersebut, tidak dilakukan secara resmi. "Dititipkan lewat saudara-saudara, baru kemudian berkembang," ungkapnya.

Saat ini, ekspor produk Rajawali ini pun belum dilakukan. Ekspor masih dalam bentuk biji bersama dengan kelompok tani lainnya, yang melakukan pemasaran internasional secara perdana ke Swiss pada November nanti, sebanyak 1 kontainer atau sekitar 18 ton.

Lagipula, lanjut dia, produksi kopi ini pun masih terbatas. Sehingga memenuhi permintaan pasar masih sering kewalahan. Apalagi menjelang Hari Raya Lebaran, di mana banyak pesanan parcel diisi dengan produk kopinya.

Rencana ke depan, ia berkeinginan untuk memperluas lahannya. "Kalau mau mencermati nggak ada sejarahnya kopi bubuk itu harganya turun," sebutnya. Maka ia pun heran, kalau ada pelaku usaha kopi bubuk yang kurang menekuni usahanya.

Selain perluasan lahan, Bambang, yang juga Ketua Forum 'Ahli' Pertanian Madani (Rumah Tani) Bondowoso, pun akan mencoba diversifikasi produk kopi, seperti buat dodol kopi, dan permen rasa kopi.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com