Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melongok Industri Perhiasan Emas Tertua di Magelang

Kompas.com - 12/06/2011, 14:04 WIB

MAGELANG, KOMPAS.com — Bagi para pemilik toko emas, nama Abdul Basar (73) tidak asing lagi. Dari tangannya, ribuan bentuk model perhiasan emas telah tercipta.

Warga Dusun Seneng RT 4 RW 1, Desa Banyurojo, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, ini mulai merintis kerajinan logam sejak 1950-an, dan merupakan perajin emas tertua di Kota dan Kabupaten Magelang.

"Harga emas saat itu masih Rp 500 atau Rp 600 tiap gram," kenang Basar, Minggu (12/6/2011), sembari mengerjakan sejumlah perhiasan yang dipesan pemilik toko emas di kawasan Ketandan, Yogyakarta.

Pesanan yang datang kini memang lebih banyak dari Yogyakarta. Di Magelang, Basar dan pekerjanya hanya menerima pesanan dari sebuah toko emas. "Hanya sedikit. Antara 50 gram sampai 1 ons," kata Joko Yuwono (55), salah satu perajin.

Joko sudah bekerja di tempat ini sejak tahun 1970-an. Pada tahun 1990-an karya Joko yang berupa gesper emas berbentuk kepala harimau bertatahkan 40 biji berlian berhasil menduduki peringkat 10 besar dalam kompetisi perhiasan emas di Jakarta.

Ia pun menerima penghargaan dari alm Ibu Tien Suharto. Minimnya pesanan emas saat ini, menurut Joko, terutama diakibatkan harga emas yang sedang melonjak. Kondisi seperti ini menguntungkan para pemilik akhir atau pengguna emas.

Namun, bagi pemain industri, tingginya harga emas tak selalu baik karena daya beli jelas turun. "Sekarang sedang mencapai rekornya. Konsumen lebih banyak jual daripada membeli," lanjut Joko.

Disebutkan, saat ini harga emas mencapai kisaran Rp 385.000 per gram. Angka itu melampaui harga emas pada saat Lebaran lalu, yang "hanya" Rp 350.000 setiap gram.

Tukang-tukang emas yang tak bisa mengembangkan kreativitasnya dalam mendesain perhiasan bisa dipastikan tidak akan mendapat pesanan lagi sekarang. Bahkan, bukan tidak mungkin, mereka akan gulung tikar. "Ada perajin emas lain di Kecamatan Salaman. Tidak tahu masih ada apa tidak sekarang," ujar Joko.

Nasib serupa sebenarnya juga dialami banyak perajin rumahan lainnya. Di Dusun Seneng saja dulu perajin emas terhitung lebih dari enam orang. Sekarang, yang mampu bertahan hanya dua perajin. Kendati harganya fluktuatif, toh dari dulu sampai sekarang orang tetap suka menyimpan emas. "Harga logam mulia ini amat jarang turun, bahkan setiap tahun cenderung naik. Kalaupun harganya turun, itu hanya berlangsung sebentar, setelah itu bakal naik lagi," lanjutnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com