KOMPAS.com - Waktu bertelur bagi penyu hijau atau Chelonia mydas seolah-olah sudah diatur alam raya terjadi pada malam hari untuk menghindari pemangsa. Pemerintah juga telah mengeluarkan undang-undang yang melindungi generasi spesies langka itu. Tapi manusia seperti t idak kehabisan akal untuk menjual-belikan telur-telur itu.
Seorang ibu-ibu berdandan menor menghampiri Solehudin, petugas dari UPTD Konservasi Penyu Hijau Pangumbahan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, pada perayaan Hari Nelayan Ujunggenteng, Sabtu (8/5/11) siang. Ia menanyakan di mana bisa beli telur penyu. "Kita tidak menjual, bu. Semua telur untuk ditetaskan. Kalau mau lihat, datang saja ke Pangumbahan," kata Solehudin, tanpa dibalas kata-kata oleh si ibu tadi.
Aturannya memang begitu. Undang-undang Nomor 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya telah melarang siapapun untuk mengambil, merusak, memusnahkan, menyimpan atau memiliki telur penyu. Tapi kenyataannya, telur penyu masih ada di pasaran.
"Mau beli berapa? Sebutirnya Rp 5.000," kata Karto di tempat parkir Pantai Ujunggenteng saat ditanya apakah ada penjual telur penyu di sekitar situ. Karto mengaku bukan pedagang, tetapi bisa menghubungkan calon pembeli dengan pencari telur.
Ia paham bahwa telur penyu haram diperjual-belikan. Ia pun tahu hukuman bagi pelanggar undang-undang itu. Tapi masih banyak yang cari. "Pengunjung dari Jakarta dan Bandung biasanya beli banyak, sampai seratus butir sekali datang. Katanya sih bisa untuk kesehatan dan menambah vitalitas pria dewasa," ujarnya enteng.
Setelah tercapai kesepakatan, Kompas diajak ke sebuah rumah di kawasan Kalapa Condong, sekitar tiga kilometer dari Pantai Ujunggenteng, untuk menemui Nono (bukan nama sebenarnya). Dalam perjalan, Karto bercerita, Nono biasanya punya persediaan telur penyu untuk dijual.
Saat ditemui, Nono sedang duduk di balai di rumah panggung berdinding anyaman bambu. Di situlah pria berusia sekitar 50 tahunan ini tinggal bersama istri dan tujuh anak. Mengejutkan, ternyata Nono adalah komandan Kelompok Masyarakat Pengawas yang dibentuk oleh UPTD Konservasi Penyu Hijau Pangumbahan.
"Setiap malam ada warga sekitar Pangumbahan yang mengambil diam-diam telur penyu di daerah konservasi itu. Kalau mau, tunggu dulu sebentar, nanti saya ambilkan di rumah mereka yang semalam habis dapat telur," ujar Nono.
Ia kemudian memakai seragam bertugasnya, jelas terpampang namanya, dan nama instansi tempat ia bekerja. Sebelum berangkat, Karto mengajak kami kembali ke tempat parkir untuk menunggu Nono.
Tidak sampai setengah jam, Nono menghampiri kami dengan sepeda motornya. "Sudah ada. Ambil saja di rumah," ujarnya singkat.