Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selamatkan Kebudayaan Melalui Permainan

Kompas.com - 12/05/2011, 21:42 WIB

"Suatu hari, mungkin ada beberapa pengguna aplikasi yang mengadakan pertunjukan gamelan dengan memainkan telepon genggam mereka secara bersama-sama," kata Adam.

Layar multisentuh

Tidak mau kalah, satu layar yang terbuat dari lembaran plastik yang tebalnya 5 milimeter menampilkan sebuah permainan yang bertemakan membatik dan dimainkan dengan menyentuh layar dan menggeser-geser jari tangan. Namanya adalah Nitiki, kata dari bahasa Jawa yang berarti memberi titik.

Dengan teknologi layar multisentuhan yang dikerjakan oleh Rizki Fauzin, permainan dilakukan dengan cara menggeser pola ke corak batik cap seperti ikan, kuda, maupun burung. Teknologi multisentuhan membuat permainan ini bisa dilakukan lebih dari dua orang.

Rizki menuturkan, teknologi layar multisentuh ini mengandalkan pemancar inframerah yang dipasang di sudut layar untuk menangkap koordinat titik sentuhan. Satu kamera juga disiapkan di belakang layar untuk menangkap sentuhan, dan membacanya sebagai perintah untuk perangkat lunak.

Chandra Tresnadi, pembuat permainan Nitiki, menuturkan bahwa tujuan aplikasi tersebut adalah mengakrabkan masyarakat dengan batik yang selama ini hanya dijumpai dalam bentuk kain maupun baju. Begitu menyelesaikan permainan, akan muncul layar informasi pen didikan singkat melalui batik.

Penyelamatan budaya

Inovasi yang dilakukan para mahasiswa yang rata-rata berusia 25 tahun ke bawah ini boleh disebut sebagai penyelamatan budaya menggunakan media teknologi. Tidak sekadar berkoar-koar, mereka menghasilkan penemuan yang dapat diaplikasikan dengan harga yang terjangkau.

Karina menuturkan, keinginannya untuk menciptakan permainan Thousand Hands Revolution adalah untuk memperkenalkan salah satu tarian yang banyak dikenal masyarakat Indonesia. Para pemain sedikit banyak bisa mempelajari gerakan dasar tari saman, tidak hanya sekedar menonton.

Untuk membuat seperangkat baju yang dilengkapi sensor, dia menyebut biaya sekitar Rp 150.000. " Harapan kami, teknologi ini bisa digunakan di sekolah-sekolah untuk menjadi media pembelajaran bagi para siswa," kata Karina.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com