Kualitas air tanah yang makin buruk menyebabkan air tanah tak layak lagi dikonsumsi.
Di Jakarta Barat, 70 persen pencemar air tanah adalah limbah domestik. Sementara limbah industri, terutama usaha penatu, menyumbang 20 persen.
Kepala Kantor Lingkungan Hidup Jakarta Barat Supardiyo, Senin (2/5), mengatakan, banyaknya limbah domestik membuat air tanah yang bisa dikonsumsi hanya 30 persen. ”Air yang tercemar berbahaya karena tingginya kandungan besi dan mangan serta bakteri E coli sehingga hanya layak untuk mandi, cuci, dan keperluan taman,” ujarnya.
Wilayah Jakarta Barat yang paling tercemar limbah domestik berada di Kecamatan Tambora dan Kecamatan Kalideres, terutama di kawasan padat penduduk. Banyak rumah warga tidak dilengkapi dengan tangki septik sehingga limbah domestik langsung masuk ke tanah dan saluran air tanpa pengolahan.
Sarmiati, warga RT 14 RW 06 Kalideres, menuturkan, padatnya penghuni di lingkungannya membuat warga memaksimalkan lahan untuk rumah. ”Dulu banyak rumah tidak ada tangki septiknya. Sekarang dibuat satu untuk beberapa rumah,” katanya.
Sarmiati mengatakan, tak sedikit warga di lingkungannya yang sering terkena diare. Untuk keperluan memasak dan minum, warga membeli air eceran dengan harga Rp 2.000 per jeriken atau air minum kemasan isi ulang.
Di Jakarta Utara, intrusi air laut menjadi penyebab buruknya kualitas air bawah tanah.
Menurut Kepala Subbidang Pencegahan Dampak Lingkungan Kantor Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (PLHD) Jakarta Utara Ardian Prahara, air itu tak baik digunakan untuk mencuci kendaraan karena bisa menyebabkan komponen besinya berkarat dan catnya rusak.