Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bomi, Mahakarya Bangsa Rayap

Kompas.com - 02/05/2011, 17:03 WIB

Tak jauh dari bangunan pertama, terlihat bangunan-bangunan lainnya, menyembul dengan tinggi beragam, sekitar 1,5 meter-2,5 meter. ”Bangunan itu adalah bomi atau rumah musamus atau rayap. Orang sini ada yang menyebut rai,” ujar Syaiful Anwar, pengendali ekosistem hutan TN Wasur.

Bomi adalah rumah koloni rayap yang juga dikenal dengan nama anai-anai, semut putih, atau ranggas. Adapun jenis rayap yang membangun bomi adalah Macrotermes sp yang termasuk famili rayap tanah (Termitidae) dan dalam ordo Isoptera (rayap/laron). Banyak khalayak salah menyebut bomi sebagai rumah semut.

Arsitektur rumah rayap ini unik. Dilihat secara horizontal, bentuknya menyerupai buah belimbing yang dipotong salah satu bagian ujungnya dan diberdirikan. Terdapat tonjolan dan cerukan dengan penampang membentuk bintang bersudut tak beraturan. Inilah desain yang digunakan para rayap untuk menciptakan tekanan angin sehingga mampu dikontrol ketika melewati lorong-lorong bangunan mereka.

Diameter bomi yang sudah tua sekitar 1-2 meter. Setiap bomi punya jumlah sudut bintang yang berbeda bergantung pada kondisi lingkungan di sekitarnya, seperti letak pohon yang ada di dekatnya.

Bomi yang tingginya di bawah satu meter bentuknya belum menyerupai buah belimbing, masih seperti corong tak beraturan. Tinggi bomi bervariasi. Sejumlah bomi yang pernah terpantau Balai TN Wasur mencapai tinggi 5 meter.

Ibarat rumah tumbuh, tinggi bomi setiap waktu terus bertambah. Namun, menurut Syaiful, belum ada penelitian yang dapat menyebutkan dengan akurat berapa sentimeter tinggi bomi bertambah dalam tiap tahunnya. Diperkirakan, untuk membangun bagian bawah (fondasi) butuh waktu 1-2 tahun. Umumnya, fondasi bomi itu dibentuk setelah musim hujan selesai dan ketika tanah masih basah.

Tembok (permukaan) rumah rayap ini mengeras saat musim kemarau. Bahkan, membatu dan relatif kuat untuk dipanjat dan diduduki oleh orang dewasa seberat 70 kilogram. Pecahan bomi mati yang telah ditinggalkan koloni rayap dimanfaatkan untuk memasak sagu atau ubi dengan metode bakar batu oleh Suku Marind, suku asli di kawasan tersebut. Maklum, di Merauke memang sulit sekali mencari batu karena daratannya berupa rawa.

Kuatnya konstruksi bomi karena bahan dasarnya adalah tanah, serasah kayu, daun, akar, ranting, dan rumput yang tumbuh pada radius 200 meter dari bomi. Selanjutnya bahan tersebut dicampur air liur rayap yang berfungsi seperti semen untuk perekat. Jika sebagian bomi dibongkar, akan terlihat serasah rumput yang menyusun dinding dalam bomi.

Karena itulah persepsi rayap sebagai perusak gedung akan runtuh jika kita mengetahui bahwa rayap malah mampu membangun bangunan megah yang berukuran lebih dari tiga ratus kali ukuran tubuhnya.

Frederikus Gebze, Kepala Pusat Kajian Pengembangan Masyarakat Marind, mengatakan, bomi atau musamus memiliki nilai-nilai filosofis khusus. Bomi adalah mahakarya rayap yang dibangun dengan semangat gotong-royong dan menjadi rumah bersama yang tahan segala cuaca, hujan, kemarau, gempa, bahkan tahan terhadap kebakaran hutan.

Bangunan mewah musamus ini pun dibuat tanpa merusak lingkungan dan justru menghargai lingkungan setempat.

Sudah saatnya manusia belajar pada rayap...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com