Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Proses Panjang Zat Radioaktif

Kompas.com - 26/03/2011, 04:17 WIB

Yellow cake yang merupakan unsur U-3O8 sebelum menjadi bahan bakar nuklir perlu pengayaan. Artinya, bahan diubah menjadi Uranium-235 (U-235), yang kadarnya 0,7 persen dari total, dan U-238 (99,3 persen).

”Selanjutnya, dilakukan fabrikasi bahan bakar nuklir. Uranium itu dibuat menjadi pelet sebesar kelingking dan dimasukkan ke selongsong sepanjang 4 meter. Bahan itu yang dimasukkan ke dalam reaktor,” katanya.

Setelah digunakan sekitar 18 bulan, bahan bakar nuklir itu menjadi sampah nuklir—berupa U-235, U-238, dan Plutonium (Pu-239) yang sudah turun daya suhunya. Selain itu, terdapat limbah beracun seperti Caesium (Cs), Iodium (I) yang bisa masuk ke kelenjar tiroid, serta Seronsium (Sr) yang diserap tulang. ”Limbah-limbah itu yang berbahaya,” katanya.

Limbah pada mulanya disimpan di kolam-kolam dalam drum-drum di PLTN bersangkutan. ”Limbah perlu diproses lagi di pusat pemrosesan limbah, misalnya di Perancis. Di sana dipisahkan antara limbah yang bermanfaat, seperti U-235, U-238, dan Pu-239, dan yang tidak bermanfaat,” katanya.

Pengangkutan bahan bakar nuklir tidak murah. ”Perlu pengawalan ketat. Contohnya, ketika Jepang mengirim Pu ke Perancis untuk dimurnikan, kapal pengangkut dikawal dua fregat,” ujarnya. Fregat adalah sejenis kapal perang. ”Bahan radioaktif amat berbahaya, jadi bisa rawan pembajakan. Walau saya belum pernah mendengar ada pembajakan,” ujar Iwan.

Selain itu, ada kemungkinan terjadi kecelakaan dalam perjalanan, meski kontainer atau drum yang membawa limbah berlapis-lapis dan didesain dengan standar keamanan tinggi.

Fasilitas penyimpanan limbah terakhir adalah bangunan di bawah tanah untuk menyimpan drum-drum, minimal di kedalaman 500 meter. ”Penyimpanan itu harus terus diawasi dan dipelihara. Juga harus terus didinginkan karena plutonium bersifat mengeluarkan panas,” katanya.

Hingga saat ini, kata Iwan, yang memiliki pusat pembuangan limbah antara lain Perancis, Jerman, Jepang, AS, dan Rusia. ”Finlandia tahun 2020 akan punya, sementara Inggris masih bermasalah,” katanya. Transportasi limbah nuklir selalu mendapat tentangan dari aktivis lingkungan Greenpeace.

Rumit dan panjangnya proses terkait pengoperasian nuklir ditambah bangunan yang harus berlapis demi keamanan reaktor, tak heran jika mantan Sekretaris Komisi Persiapan Pembangunan PLTN I Nengah Sudja menyatakan, PLTN amat mahal.

Biaya PLTN hingga bisa menghasilkan listrik adalah 106 juta dollar AS per kilowatt jam (sekitar Rp 950 miliar dengan kurs Rp 9.000 per 1 dollar AS). Jumlah ini hanya kalah mahal dari PLTU Gas Alam yang biayanya Rp 252,5 juta dollar AS (Rp 2,27 triliun). (ISW)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com