Bencana-bencana ini bukan kutukan Tuhan, tetapi lebih merupakan bagian dari ”ayat-ayat kauniyah”—pertanda alam, yang menuntut semua pihak belajar lebih serius lagi untuk memahami dan menyiapkan diri menghadapinya. Kegagalan memahami fenomena alam dan sunatullah hanya menghasilkan kegagapan dan ketidaksiapan yang dapat menjerumuskan ke dalam bencana dan tragedi kemanusiaan lebih parah.
Jelas, peneguhan semangat dan nilai berkorban menghadapi banyak tantangan. Di tengah gelombang kehidupan materialistik dan hedonistik terlihat adanya kemerosotan sensitivitas dan solidaritas sosial di kalangan bangsa; dan ironisnya hal itu terjadi di lingkungan pemimpin.
Namun, pada pihak lain, terdapat kalangan masyarakat yang dengan segala kesederhanaan dan keterbatasan dalam kehidupan sehari-hari justru memberikan ”kurban” yang mereka salurkan lewat berbagai organisasi, lembaga, dan kelompok ”peduli bencana”.
Gejala ini membangkitkan keharuan tentang masih bertahannya semangat pengorbanan dalam masyarakat Indonesia, yang mesti tetap perlu peneguhan karena boleh jadi berbagai bencana masih bakal melanda Tanah Air.
Azyumardi Azra Guru Besar Sejarah,Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta