Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Ruang Angkasa untuk Bumi

Kompas.com - 09/11/2010, 10:32 WIB

Untuk memantau debu itu, O’Brien membuat detektor debu (dust detector experiment) sederhana menggunakan sel surya. Menurut dia, sinar matahari menghasilkan tegangan listrik. Adanya debu akan membuat tegangan turun.

Detektor debu ini digunakan pada Apollo 11, Apollo 12, Apollo 14, dan Apollo 15. Dua detektor debu—yang digunakan pada Apollo 11 dan 12—bahkan dibawa dan ditunjukkan kepada para mahasiswa yang mengikuti kuliah tamu yang disampaikan O’Brien, awal Oktober lalu di Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya.

Secara logika, kata O’Brien, tumbukan benda keras akan menimbulkan partikel yang terlepas. Namun, keberadaan debu Bulan yang bersifat lengket dan sangat mengganggu penelitian itu sungguh di luar perkiraan para ilmuwan. Kendati demikian, lanjutnya, NASA tak terlalu memerhatikan masalah debu Bulan tersebut. Pada proyek Apollo 13 dan seterusnya, NASA hanya menyediakan sikat pembersih.

Kini, banyak catatan tentang penelitian Apollo, tetapi debu Bulan terselip. Apalagi, kebanyakan pelaku proyek sudah meninggal. Salah seorang yang masih menyimpan catatan itu adalah O’Brien, yang pernah menerima penghargaan dari NASA atas prestasi luar biasa dalam sains.

Aurora O’Brien juga tertarik pada aurora. Semburat cahaya cantik yang bisa ditemukan pada musim dingin di daerah yang dekat dengan kutub utara atau selatan, menurut kakek sembilan cucu ini, disebabkan pertarungan medan magnetik dan plasma Matahari. Energi akibat saling pengaruh itu ditransfer pada medan magnetik ke partikel yang membentuk aurora.

Hal ini ditemukannya pada 1967 setelah mencoba membuat alat ukur partikel dan energi pembentuk aurora. Dalam catatan Rice University, tahun 1967 satelit Aurora I diluncurkan untuk meneliti aurora. Satelit itu dibangun O’Brien bersama mahasiswanya, Curt Laughlin dan Paul Cloutier, yang kini juga profesor fisika ruang angkasa dan astronomi. Alat itu dibuat dengan suku cadang yang dikerjakannya sendiri.

Proyek penelitian untuk mengukur cahaya dan partikel energi aurora sebenarnya sudah dimulai pada 1963. Saat itu, seperti ditulis dalam www.media.rice.edu, dibuat satelit yang dinamakan Sammy I, II, III, dan IV sesuai maskot kampus Sammy Si Burung Hantu. Satelit pertama diluncurkan tahun 1964.

Dari penelitian, diketahui medan magnet yang memengaruhi Bumi tidak seperti medan magnet yang dihasilkan magnet batang yang simetris. Alurnya sangat berbeda karena Bumi juga dipengaruhi angin radiasi Matahari. Hasil penelitian ini pun mengubah cara pandang para ilmuwan tentang medan magnet Bumi.

Dari berbagai pengetahuan tentang ruang angkasa inilah, O’Brien dan masyarakat dunia menyadari sepenuhnya bahwa Bumi adalah bagian kecil dari semesta. Kesadaran bahwa Bumi sebagai satu-satunya planet yang diketahui bisa dihuni dan dikelilingi ruang kosong, membuat manusia semakin menghargai lingkungan.

"Saya suka berbicara dengan mahasiswa yang antusias (dan tertarik pada ruang angkasa dan lingkungan). Umur saya sudah 76 tahun, 'baterai' dalam diri ini harus selalu dicas, dan Andalah yang mengecas 'baterai' itu," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com